SEJARAH BPJS KESEHATAN
1. 1968 - Pemerintah Indonesia mengeluarkan
kebijakan yang secara jelas mengatur pemeliharaan kesehatan bagi Pegawai Negeri
dan Penerima Pensiun (PNS dan ABRI) beserta anggota keluarganya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 230 Tahun 1968. Menteri Kesehatan membentuk Badan
Khusus di lingkungan Departemen Kesehatan RI yaitu Badan Penyelenggara Dana
Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK), dimana oleh Menteri Kesehatan RI pada waktu itu
(Prof. Dr. G.A. Siwabessy) dinyatakan sebagai cikal-bakal Asuransi Kesehatan
Nasional
- 1984 - Untuk lebih meningkatkan
program jaminan pemeliharaan kesehatan bagi peserta dan agar dapat
dikelola secara profesional, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 1984 tentang Pemeliharaan Kesehatan bagi Pegawai Negeri
Sipil,Penerima Pensiun (PNS, ABRI dan Pejabat Negara) beserta anggota
keluarganya. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1984, status badan
penyelenggara diubah menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti.
- 1991 - Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991, kepesertaan program jaminan pemeliharaan
kesehatan yang dikelola Perum Husada Bhakti ditambah dengan Veteran dan
Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya. Disamping itu,
perusahaan diijinkan memperluas jangkauan kepesertaannya ke badan usaha
dan badan lainnya sebagai peserta sukarela.
- 1992 - Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 status Perum diubah menjadi Perusahaan
Perseroan (PT Persero) dengan pertimbangan fleksibilitas pengelolaan
keuangan, kontribusi kepada Pemerintah dapat dinegosiasi untuk kepentingan
pelayanan kepada peserta dan manajemen lebih mandiri.
- 2005 - PT. Askes (Persero) diberi
tugas oleh Pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI, sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor
56/MENKES/SK/I/2005, sebagai Penyelenggara Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat Miskin (PJKMM/ASKESKIN).
Dasar Penyelenggaraan :
·
UUD 1945
·
UU No.
23/1992 tentang Kesehatan
·
UU
No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
·
Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004 dan Nomor 56/MENKES/SK/I/2005,
·
Prinsip
Penyelenggaraan mengacu pada :
·
Diselenggarakan
secara serentak di seluruh Indonesia dengan azas gotong royong sehingga terjadi
subsidi silang.
·
Mengacu pada
prinsip asuransi kesehatan sosial.
·
Pelayanan
kesehatan dengan prinsip managed care dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
·
Program
diselenggarakan dengan prinsip nirlaba.
·
Menjamin
adanya protabilitas dan ekuitas dalam pelayanan kepada peserta.
·
Adanya
akuntabilitas dan transparansi yang terjamin dengan mengutamakan prinsip
kehati-hatian, efisiensi dan efektifitas.
6. 2014 - Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT
Askes Indonesia (Persero) berubah nama menjadi BPJS Kesehatan sesuai dengan
Undang-Undang no. 24 tahun 2011 tentang BPJS.
1. KESIAPAN SDM
BPJS
kesehatan terus melakukan perbaikan dengan peningkatan kompetensi verifikator
dalam entri data klaim Ina CBGs. Salah satu meningkatkan kualitas data, data
entri dan penambahan pegawai verifikator.
Menurut Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Ikhsan, penambahan pegawai untuk verifikator sebanyak 1.700 pegawai sudah di lakukan. Jumlah ini akan terus bertambah seiring jumlah RS dan provider yang terus meningkat. Diperkirakan akan ada 3.000-5.000 pegawai sebagai verifiktor BPJS kesehatan dalam jangka panjang.
Selama perjalanan ini BPJS kesehatan terus melakukan revisi dan evaluasi kompetensi para ferifikator, Minggu 13 April 2014.
Menurut saya, di dalam klaim yang diajukan RS haruslah lengkap, selanjutnya baru dapat diverifikasi oleh verifikator BPJS. Namun, di perjalanan ada beberapa RS yang mengajukan klaim tidak melengkapi data dan persyaratan yang diajukan.
Bukti pelayanan di dalamnya seperti bukti konsultasi, penunjang dan obat dan lainnya dimasukkan dan dilengkapi apa saja yang masuk dan baru dapat di verifikasi oleh kami,” ujarnya,
Permasalahan lainya seperti klaim obat yang digunakan, dalam hal ini obat sudah masuk ke dalam sistem Ina CBGs. Pihak RS membeli berdasarkan e-katalog. Maka hal ini bukan menjadi tanggung Jawab BPJS kesehatan.
Tugas BPJS
terkait obat hanya memeriksa apakah obat yang sudah masuk dalam sistem Ina CBGs
sudah masuk ke dalam catatan medisnya.BPJS tentunya mengaharapkan pelayanan
berkualitas, penentuan obat menjadi kewenangan RS yang sudah masuk ke dalam
sistem Ina CBGs. Kami tidak ada kewenangannya,” papar dia.
Dalam hal ini klaim yang diajukan RS hanya dapat diajukan secara kolekltif di akhir bulan. Jika klaim yang diajukan dan diverifikasi sudah lengkap maka tertanggal itulah klaim di proses dan dibayar selambat-lambatnya 15 hari.
Biasanya, selama tiga bulan kemarin rata-rata RS dari klaim yang diajukan dapat diproses lima hari. Ini menunjukan kinerja verifikator BPJS kesehatan yang tidak ingin memperlama klaim yang dibutuhkan RS.
Rata-rata
setelah masuk verifikator dan datanya lengkap prosesnya hanya 4-5 hari.
Prosesnya cepat masuk ke keuangan dan langsung kami transfer.
2.
Sumber informasi
Mulai terhitung pada tanggal 1 Januari 2014, sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia mengalami sebuah “revolusi” bernama Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh sebuah badan hasil peleburan dari
perusahaan milik negara, PT. Askes, Jamsostek, dan Asabri. Badan Pelayanan
Jaminan Sosial (BPJS) akhirnya dioperasikan pada tahun ini. Perjalanan yang
cukup panjang ketika harus membahas program ini di legislatif. Persengitan
pendapat pun terjadi ketika desakan dari masyarakat yang diwakili oleh serikat
buruh meporak porandakan jalan Senayan dengan aksi demontrasi. Keputusan pun
terjadi di tahun 2012, bertepatan di Hari Buruh Internasional.
Kebijakan ini tidak main-main. Maka tidak heran,
banyak beberapa daerah di Indonesia melakukan peresmian secara serentak. Itikad
baik dari sebuah jaminan sosial untuk masyarakat miskin di Indonesia,
mengharuskan adanya peleburan beberapa perusahaan milik negara, salah satunya
adalah PT. ASKES. PT. ASKES merupakan badan usaha milik negara yang banyak
digunakan jasanya sebagai jasa asuransi kesehatan. Posisi peleburan yang sudah
dilakukan oleh pemerintah, tentu tidak mudah jika dikomunikasikan kepada
masyarakat pemilik kartu PT. ASKES dan sejumlah perusahaan bernasib sama.
Dengan kata lain memang sangat diperlukan startegi komunikasi yang berisi
sosialisasi berupaka informasi transformasi sistem menjadi BPJS.
Sebelum, dilakukan sebuah strategi komunikasi untuk
upaya sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat, diperlukan langkah awal untuk
mengetahui bagaimana bentuk publikasi berita yang meliput kegiatan peresmian di
beberapa daerah sebagai cara penyampaian pesan kepada masyarakat. Mengingat
perkembangan arus informasi yang saat ini sangat cepat. Maka sangat dirasa
media internet dapat menyebarkan informasi pun dengan cepat. Untuk itu, tulisan
ini merupakan hasil analisis isi pemberitaan sosialisasi program KJN oleh BPJS.
Analisis isi media dilakukan dengan pendekatan
pengumpulan kliping berita dari search engine, google. Kemudian, dilakukan
peng-kodingan yang dirumuskan dari sebuah kategorisasi dan Satuan Unit. Proses
pencarian pun dibatasi dengan frekuensi waktu, yang hanya sehari saja yakni
Kamis, 2 Januari 2014. Dari proses pencarian artikel berita, terkumpul 6 buah
dari berbagai media daerah ataupun nasional. Dari hasil memilah pilih jenis
kategori dari tiap paragraf, dirumuskan menjadi 8 satuan unit yang kemudian
dicocoknya pada tiap kategori isi paragraph dan dijumlah. Sehingga dapat
diketahui, satuan unit mana yang paling dominan diangkat oleh media sebagai hal
yang sangat penting untuk masyarakat.
Dari hasil analisi isi media yang dilakukan adalah:
a. Publik lebih menyoroti kesiapan di
tubuh BPJS dalam hal ketersediaan fasilitas, kepegawaian seperti kenaikan gaji.
Hal itu, dapat digolongkan sebagai kesiapan dari pemerintah pusat. Tidak ada
pemberitaan yang bersifat negatif kali ini.
b. Publik menyoroti kesiapan pemerintah
daerah menjalankan BPJS, termasuk mengetahui data valid terkait warga miskin
setempat dan anggaran daerah yang dipisahkan untuk masyarakat jamkesda (Jaminan
Kesehatan Daerah). Ketiga, publik pun lebih menitikberatkan prosedur untuk
mendapatkan akses KJN. Seperti kasus, bagaimana masyarakat yang sudah memiliki
kartu Askes, jamsostek, dan asabri jika ingin terdaftar.
c. Berkorelasi
d. Yang menyoroti informasi pelayanan
yang diberikan oleh BPJS terkait iuran per-bulan yang disesuaikan dengan
tingkatan pelayanan kesehatan.
e. Himbauan agara pemerintah dapat
optimal dalam mensosialisasikan program. Terutama dalam hal mekanisme berobat
hingga rujukan untu perawatan lanjutan. Keenam, isi pemberitaan juga mengimbau
kepada masyarakat untuk mendaftarkan JKN di BPJS. Dan diurutan dua terakhir
masing-masing adalah terkait Informasi perubahan status PT. Askes dan
kepeduliaan pemerintah daerah dalam melanjutkan estafet pengawasan di daerah.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa media masih
menyoroti kesiapan organisasi menghadapi perubahan seperti fasilitas kesehatan,
kondisi kepegawaian, kesiapan pemerintah daerah, dan sosialisasi mekanisme
pendaftaran. Kemudian, yang akan harus ditunjukkan ialah bagaimana PT. Askes
dan sejumlah perusahaan lainnya, dapat memberikan citra positif demi
terwujudnya kepercayaan publik bahwa, peleburan sturktur organisasi tidak
menghambat pelayanan kepada masyarakat, melainkan akan lebih optimal. Sebagai
contoh upaya yang dapat dilakukan seperti nantinya, bagimana perusahaan itu
mempublikasikan identitas baru, seperti logo dan lain-lain.
Semoga rencana mulia para pemimpin negeri ini
konsisten dengan perjuangannya dalam aplikasi kebijakan yang sudah
dikeluarkannya. Tentu, untuk masyarakat yang sehat. Sehingga negeri ini bebas
dari berita buruk seperti, tidak adanya pelayanan kesehatan murah untuk
masyarakat miskin.
3. PENGGUNAAN IT
Sejak digulirkan pada awal Januari
2014, program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan)
menuai banyak pro dan kontra. Program yang dimaksudkan untuk memberikan layanan
kesehatan secara terjangkau kepada masyarakat Indonesia ini dinilai belum
memberikan hasil yang diharapkan. Masih banyak muncul keluhan di terutama
terkait pelayanan yang masih belum optimal.
Sebenarnya dengan BPJS, semua pihak
yang terlibat akan sangat diuntungkan. Namun sayangnya manajemen di rumah sakit
masih banyak yang belum didukung oleh sistem teknologi informasi yang baik,
andal, dan terhubung dengan sistem di BPJS Kesehatan. Masih banyak rumah sakit
yang melakukan proses administrasi secara manual sehingga memakan waktu pada
saat berhubungan dengan BPJS,” jelas dr. Nur Abadi,MM.Msi (Ketua Bidang Humas
dan Kelembagaan Arsada) dalam siaran persnya.
Selama ini menurut Nur Abadi,
kendala yang banyak dikeluhkan para peserta BPJS Kesehatan adalah masalah
pelayanan, iuran, dan mekanisme pendaftaran. Di sepanjang tahun 2014 sendiri,
tercatat ada lebih dari 100 ribu keluhan terkait BPJS. Padahal, menurutnya,
sistem teknologi informasi yang diimplementasikan dengan baik akan sangat
membantu rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada
masyarakat. Sistem yang baik, menurut Nur Abadi, bisa memberikan data yang
akurat mengenai perawatan pasien, obat dan biaya pelayanan, pendaftaran rawat
jalan dan rawat inap, serta membantu dokter dalam memberikan pelayanan yang
sesuai standar yang berlaku. “Dengan adanya sistem IT yang bagus di rumah
sakit, dokter tidak bisa memberikan sembarang obat yang tidak tercantum di
dalam formularium,” imbuh Nur Abadi.
Dengan sistem teknologi informasi
yang andal, dokter bisa melakukan pencatatan kegiatan pelayanan melalui sistem.
Dengan demikian, dokter tersebut bisa langsung mengetahui berapa pasien yang
dilayani dalam satu hari dan apa saja obat atau pelayanan yang diberikan kepada
pasien. Informasi yang sama juga bisa langsung diketahui oleh manajemen rumah
sakit melalui sistem yang ada. Jika seluruh sistem teknologi informasi dijalankan
dengan benar, rumah sakit bisa menghindari kasus penipuan
atau fraud dan ini akan sangat menguntungkan bagi pemerintah dan
masyarakat.
Salah satu aspek penting penerapan
sistem teknologi informasi andal di rumah sakit adalah kemampuan untuk
membuat clinical pathway.Clinical pathway adalah alur yang menggambarkan
kegiatan pelayanan kepada pasien untuk suatu layanan medis atau tindakan
tertentu. Alur ini secara detail menjelaskan tahapan-tahapan mulai dari saat
pasien masuk hingga pasien pulang. Dengan melihat clinical pathway,rumah
sakit bisa memprediksi berapa lama pasien perlu dirawat dan berapa biaya yang
diperlukan. Dengan penerapan yang tepat, clinical pathway akan sangat
membantu menjaga mutu, efisiensi, dan efektivitas pelayanan rumah sakit. “Dengan
melihat clinical pathway, dokter bisa mengetahui riwayat klinis
pasien dan kalau ini bisa diterapkan dengan baik, pelayanan kepada pasien bisa
dilakukan secara lebih maksimal dan akuntabel,” jelas Nur Abadi.
Penerapan sistem teknologi informasi
yang andal membutuhkan sumber daya manusia dengan kemampuan yang baik dan
kompeten dalam menjalankan dan mengelola sistem tersebut. “Teknologi informasi
hanyalah tools. Kunci utama agar sistem TI bisa efektif tetap berada di
tangan manusia yang menjalankan sistem tersebut,” jelas Ronggo Wisnu (Direktur
PT Caraka Global Informasi). Ia menambahkan bahwa teknologi merupakan alat yang
membantu mempermudah proses, baik itu proses bisnis maupun proses yang lain.
Pemahaman akan pentingnya TI,
menurut Ronggo, harus dimulai dari tingkat manajemen. Manajemen harus memiliki
kemampuan merancang dukungan TI seperti apa yang dibutuhkan dan hasil yang
ingin dicapai. Dengan master plan yang baik, sistem TI akan bisa dibangun
secara maksimal dan komprehensif dan mampu mendukung proses layanan rumah
sakit, termasuk mendukung proses bisnis secara keseluruhan.
Ronggo sendiri menyatakan bahwa
pihaknya memiliki produk dan solusi komprehensif untuk membantu rumah sakit
mengoptimalkan sistem teknologi informasi agar berjalan secara efektif, efisien
dan tepat guna dalam mendukung proses kerja dan bisnis. Sistem ini menurut
Ronggo terintegrasi dengan sistem BPJS untuk memudahkan konsolidasi data dan
klaim biaya ke BPJS Kesehatan.
|
Ø Keuntungan
Perkembangan teknologi dapat membuka banyak lapangan
pekerjaan baru,sehingga sumber daya manusia dapat berperan,baik tenaga maupun
pikiran.Perkembangan teknologi mempunyai dampak positif,yaitu terpenuhinya
kebutuhan manusia akan kemakmuran materi,kemudahan serta manusia dapat
mendayagunakan sumber daya alam lebih efektif dan efisien.
Teknologi yang semakin berkembang menuntut sebuah
realisasi yang berdampak positif terhadap kehidupan manusia khusunya di bidang
kesehatan. Berikut ini merupakan beberapa yang kita ketahui dan lazim kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Ditemukannya mikroskop, sinar-X,
antibiotik, obat-obat bius, transplantasi vaksinasi bidang kedokteran dan
pengobatan dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat telah maju
dengan pesat. Penemuan dalam bidang-bidang tersebut telah membebaskan manusia
dari bahaya maut, akibat penyebaran wabah penyakit yang mengerikan
seperticacar, pes, malaria, TBC, tumor, kanker, dan lain-lain.
2. Ditemukannya alat-alat pengganti
organ tubuh manusia yang telah rusak. Misalnya mata (baik mata buatan maupun
donor mata), ginjal dan jantung.
3. Diketemukannya keahlian dalam bidang
operasi plastik, sehingga hidung yang pesek dapat menjadi mancung, dan
lain-lain.
4. Diketemukannya tata menu makan
setiap hari. Dengan diketemukannya cara ini, sebagian besar masyarakat telah
mengatur menu makan dengan zatvitamin sehingga dapat memperlambat keausan
setiap organ tubuh manusia dengan begitu akan memberi kesempatan untuk lebih
lama.
5. Diketemukannya peralatan untuk
mengolah sampah dan limbah sehingga sampah dan limbah tidak lagi mengganggu
kelangsungan hidup manusia. Sehingga dengan bukti-bukti tersebut maka
perkembangan teknologi dapat dianggap memiliki banyak dampak positif yang
meluas dan berlaku secara umum di masyarakat. Dengan adanya perkembangan
teknologi seperti ini, berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan terhadap
kemungkinan penyakit yang dapat menyerang manusia seketika. Menurut penelitian
penyakit menular dapat disebabkan oleh bakteri, cacing dan jamur. Dengan
menggunakan mikroskop elektron dapat diketahui proses perkembangbiakan suatu
bakteri. Dengan demikian timbullah suatu usaha pemberantasan penyakit menular
dengan beberapa cara diantaranya :
a. Melokalisasi dan memberikan
pengobatan yang tuntas terhadap penderita penyakit menular.
b. Dengan teknologi dan faslitas pengobatan
yang memadai dapat digunakan untuk memberantas penyakit menular.
Ø Kerugian
Kemampuan teknologi dalam mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan tidak menutup kemungkinan juga akan menimbulkan dampak
negatif. Yaitu timbulnya penyakit-penyakit baru, baik langsung maupun tidak
langsung.
1. Efek radiasi yang berpotensi menghasilkan
penyakit baru
Salah satu contoh adalah penyakit
kanker yang kita ketahui bersama bahwa hingga saat ini penyakit tersebut belum
memiliki obat yang bisa mendeteksi hingga tercapainya suatu kesembuhan yang
sempurna bagi para penderitanya. Selain itu unsur zat radioaktiv yang digunakan
untuk mengobati penderita kanker juga dapat menimbulkan radiasi yang berbahaya,
dan tentunya hal tersebut menjadi cikal bakal suatu penyakit baru yang
berbahaya. Begitu halnya dengan alat komunikasi yang sering kita gunakan.
Sejumlah penelitian yang dilakuan menunjukkan radiasi telepon genggam berakibat
buruk terhadap tubuh manusia. Misalnya meningkatkan risiko terkena tumor
telinga dan kanker otak, berpengaruh buruk pada jaringan otak, merusak dan
mengurangi jumlah sperma hingga 30 persen, mengakibatkan meningioma, neurinoma
akustik, acoustic melanoma, dan kanker kelenjar ludah.
Begitu pula dengan halnya computer
yang beregenerasi menadi laptop. Mata adalah organ tubuh yang paling mudah
mengalami penyakit akibat kerja, karena terlalu sering memfokuskan bola mata ke
layar monitor. Tampilan layar monitor yang terlalu terang dengan warna yang
panas seperti warna merah, kuning, ungu, oranye akan lebih mempercepat
kelelahan pada mata. Selain dari itu, pantulan cahaya (silau) pada layar
monitor yang berasal dari sumber lain seperti jendela, lampu penerangan dan
lain sebagainya, akan menambah beban mata.
2. Efek ketergantungan
Teknologi yang kian berkembang juga
dapat menimbulkan timbal balik yang bersifat negatif seperti sifat
ketergantungan. Para pengkonsumsi obat antibiotik yang banyak beredar di
masyarakat ternyata tidak semata-mata hanya mengurangi keluhan yang ada tetapi
juga menimbulkan ketergantungan dengan intensitas yang berbeda-beda dari
masing-masing jenis antibiotik. Tidak hanya sampai pada hal tersebut, akan
tetapi timbul suatu kemungkian yang menyebabkan penyakit tersebut memiliki
tingkat kekebalan terhadap antibiotik tertentu.
Pengaruh negatif lain bagi anak,
adalah kecendrungan munculnya ‘kecanduan’ anak pada komputer. Kecanduan bermain
komputer ditengarai memicu anak menjadi malas menulis, menggambar atau pun
melakukan aktivitas sosial.
3. Kesalahan Persepsi Diyakini Oleh Masyarakat
Efek negatif yang juga dapat timbul
karena kesalahan dari persepsi masyarakat dalam mengkaji suatu pengetahuan
yang ia dapatkan. Salah satu contoh yang terjadi di kalangan masyarakat adalah
maraknya keinginan para penikmat kolesterol berlebih. Mereka memiliki anggapan
yang mengatakan bahwa untuk mngurangi berat badan maka salah satu hal yang
harus dilakukan adalah mengurangi jumlah porsi serta kuantiatas makanan yang
dikonsumsi. Dengan tidak mengkonsumsi nasi dibeberapa periode tertentu serta
menggantikannya dengan makanan yang memiliki kadar karbohidrat yang lebih
rendah. Ini merupakan suatu persepsi yang kurang benar di mata peneliti dan
pakar nutrisi. Bahwa yang dimaksud sebagai solusi untuk mengurangi kadar
kolesterol adalah disebutkan oleh pakar nutrisi untuk mengatur pola makan
dengan memperhitungkan takaran nutrisi sesuai dengan kebutuhan energi oleh tubuh.
Maka dari hal tersebut, persepsi masyarakat juga menentukan bagaimana penerapan
teknologi yang sedemikian modern tersebut dapat bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat
4.Proses Publikasi Perangkat Kesehatan yang Tidak
Tepat
Sebuah kalkulator online yang dikembangkan
periset umur panjang di Sekolah Kedokteran Harvard dan Pusat Kedokteran Boston
yang dialamatkanwww.livingto100. com, di publikasikan begitu saja kepada
masyarakat. Hal ini akan membawa dampak buruk terhadap masyarakat yang meyakini
bahwa hasil perhitungan kalkulator tersebut benar adanya. Maka secara
psikologis akan mempengaruhi harapan untuk tetap hidup sejahtera. Berbahagia
bagi mereka yang tercatat memiliki umur yang panjang, tidak bagi yang tercatat
sebaliknya.
5.Kerahasiaan Seseorang Tidak Terjamin
Majunya peradaban teknologi juga
tidak menjamin bahwa penggunanya merasa aman atau terlindungi terhadap sesuatu
yang berhubungan dengan privasi. Sekarang telah diciptakan pula perangkat lunak
yang bisa mengukur risiko kanker payudara bagi wanita. Pasien bisa mengirim
email untuk meminta rekaman medik ke dokter . Namun hal ini masih dinilai
memiliki permaslahan yang kaitannya dengan privasi pasien dan keamanan data
tersebut.
6.Terganggunya Syaraf
Syaraf manusia merupakan organ vital
yang perlu dilindungi. Namun teknologi juga menunjukkan indikasi bahwa dalam
hal ini berbahaya bagi stabilitas syaraf. Salah satu contoh printer yang
menggunakan sistim buble jet kebisingannya relatif lebih rendah bila dibandingkan
dengan printer sistim dot matrix. Saat ini printer yang paling rendah
kebisingannya adalah sistim laser printer. Kebisingan yang tinggi dapat
mempengaruhi syaraf manusia dan hal ini dapat berakibat pada kelelahan maupun
rasa nyeri. Adapun batas kebisingan yang diizinkan untuk bekerja selama kurang
dari 8 jam per hari adalah 80 dB. Sedangkan ruang kerja yang ideal adalah
dengan kebisingan sekitar 40 - 50 dB. Apabila di dalam ruang kerja terdapat
mesin pendingin (AC), maka kebisingan akan bertambah selain dari suara printer.
7.Repetitive Strain Injury (RSI)
RSI merupakan sebuah terminologi
yang mengacu pada beberapa variasi keluhan kerangka otot (musculoskeletal). Ini
menyangkut keluhan yang dikenal dengan sakit urat otot. RSI meliputi gangguan
lengan atas berkaitan dengan kerja (Work-Related Upper Limb Disorders) dan luka
penggunaan berlebihan yang berhubungan dengan kerja (Occupational Overuse
Injuries). Keluhan ini terutama diderita oleh para pekerja dengan posisi duduk
yang statis saat menggunakan komputer atau menggunakan gerakan tangan yang
berulang (repetitive) setiap hari, beban kerja yang statis (seperti menggenggam
mouse), membiarkan lengan membengkok, dan sejenisnya dalam waktu yang cukup
lama. Ini akan bertambah buruk jika tempat kerja tidak didesain secara
ergonomis, misalnya posisi keyboard dan layar monitor yang terlalu tinggi atau
terlampau rendah, kursi tidak menopang badan untuk duduk tegak, dan sebagainya.
Gejala awal RSI dapat muncul pada berbagai tempat dari pangkal lengan hingga ke
ujung tangan.
Gejala yang menjadi tanda peringatan menyangkut:
a. Kesulitan membuka dan menutup tangan
b. Otot tangan terasa kaku (misalnya
hingga kesulitan mengancing baju)
c. Kesulitan menggunakan tangan (untuk
membalik halaman buku, memutar tombol atau bahkan memegang mug)
d. Bangun dengan rasa sakit di
pergelangan tangan atau mati rasa di tangan, terutama di awal pagi hari. Tangan
terasa dingin, tangan gemetar (tremor) dan tangan terasa canggung, bergetar
atau bahkan mati rasa.
4. KINERJA BPJS KESEHATAN
Animo masyarakat untuk bisa mengakses layanan
kesehatan meningkat tajam, terlihat dari membludaknya anggota Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Per Desember 2014, anggota BPJS
Kesehatan mencapai 133 juta, melebihi target pemerintah dalam roadmap sistem jaminan
sosial nasional (SJSN) yang hanya 121,6 juta. Per Mei 2015, angkanya meningkat
menjadi 144 juta dan hingga akhir tahun ini diproyeksikan lebih dari 168 juta.
Namun demikian, BPJS Kesehatan mampu menangani hal tersebut dengan baik.
Meskipun baru beroperasi setahun, kinerja BPJS Kesehatan cukup memuaskan. Hal
ini tercermin dari pemenuhan sejumlah indikator yang ditetapkan pemerintah atas
implementasi SJSN.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi
Idris mengatakan, kinerja BPJS Kesehatan cukup membanggakan meski baru
beroperasi setahun. Hal ini setidaknya dengan mengacu pada roadmap SJSN yang
dibuat pemerintah, di antaranya target kepesertaan akhir 2014 harus 121,6 juta,
target kepuasan peserta 75%, kualitas layanan fasilitas kesehatan 70%,
pembayaran ke rumah sakit (RS) N-1 atau paling lama 15 hari, dan tingkat awareness 70%.
“Kalau mengacu target-target dalam roadmap sebagai ukuran yang objektif,
hasilnya dalam setahun ini semua parameter melampaui yang ditargetkan
pemerintah,ujar
Direktur
Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris.
Pada akhir tahun 2014, peserta BPJS kesehatan sudah
mencapai 133 juta orang dan per Mei 2015 mencapa 144 juta. Lalu, pembayaran ke
RS dilakukan maksimal 13 hari. Sedangkan, tingkat awareness juga sudah mencapai
90%. Hal ini didasarkan pada survey lembaga independen yang dilakukan BPJS
Kesehatan. Demikian juga tingkat kepuasan peserta mencapai 80%, artinya kalau
masih ada pemberitaan negatif tentang BPJS Kesehatan itu mungkin berasal dari
20% anggota BPJS yang tidak puas. Layanan faskes juga sudah 78%. Kami bersyukur
melewati 2014 dengan semua target roadmap terlampaui, termasuk target dari
UKP4. Bahkan dari sisi keuangan, kami diganjar wajar tanpa pengecualian (WTP).
Artinya, keuangan tidak ada masalah.
Menurut Fahmi, tidaklah mudah mengimplementasikan SJSN
melalui BPJS Kesehatan. Meski hal ini sudah merupakan amanat konstitusi,
praktik di lapangan banyak menemui kendala. Ini wajar mengingat peneramaan SJSN
menyangkut perubahan radikal dalam SJSN, ini merupakan kebijakan revolusioner
atau kebijakan besar-besaran dalam sebuah sistem. UU tentang SJSN sendiri sudah
ada sejak 2014, UU tentang BPJS sudah ada sejak 2011 dan baru akhir 2013
diimplementasikan. “Kenapa ini terjadi? Karena di lapangan banyak sekali
penyesuaian-penyesuaian, banyak yang harus disiapkan sebelum mulai, banyak
perubahan regulasi strategis yang dilakukan.
Pada awalnya memang banyak sekali
kondisi yang misleading, seperti BPJS Kesehatan telat membayar ke
RS. Jika telat, BPJS akan dikenakan denda dan mendapat rapor merah dari UKP4.
Karena itu, BPJS berusaha membayar secepatnya. Contoh lainnya adalah jumlah
pelayanan yang meningkat luar biasa. Sebelumnya SJSN hanya mengangkut 11 juta
peserta yang terdiri atas PNS, TNI, Polri, dan pensiunan, tapi kemudian naik
menjadi 144 juta peserta.
Ini butuh penambahan karyawan dari
2.500 menjadi 8.000. Kami juga harus menambah cabang dari 104 menjadi 135,
jangkauan kami yang semula hanya sampai provinsi kami tingkatkan hingga
kabupaten/kota, meski baru sebatas outlet, kami juga masuk kawasan industri,
kini ada 34 titik outlet pelayanan BPJS Kesehatan di seluruh kabupaten/kota dan
kawasan industri.
Komentar
Posting Komentar