PERAN DESA ADAT DALAM PENGEMBANGAN PARIWISATA DI BALI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Secara
historis desa merupakan
embrio bagi terbentuknya masyarakat politik  dan pemerintahan  di Indonesia.
 Entitas sosial
sejenis desa atau masyarakat adat dan lain sebagainya
 telah menjadi
institusi sosial yang mempunyai posisi sangat penting.
Mereka merupakan institusi
yang otonom dengan rradisi,
adat istiadat dan hukurnnya
 sendiri yang yang mengakar kuat. serta relatif mandiri dari campur tangan entitias kekuasaan
dari luar. Kehadiran  dan cam pur
 tangan
 negara-bangsa
 modem
 ke dalam semua
sektor  kehidupan   masyarakat  membawa  implikasi  pada
 melemahnya
kernandirian dan kemampuan  masyarakat desaSejak rezim orde baru berkuasa (1966-1998)Pemerintahan pusat telah menjadi sumber
dari semua kekuasaan
dan kebijakan yang ada, termasuk dalam   hal  pemerintahan     desa. 
 Kehadiran    dominasi    negara 
 dalam 
 peme rintahan   pada  tingkatan   desa
juga  diwujudkan    dengan 
 adanya 
 birokratisasi pada   pemerintahan     desa.  Semua 
 institusi   dan  individu   lokal  saar  itu  pada akhirnya   mengalami    negaranisasi    sehingga   simbolnegara      menjadi 
 sangat dominan   dealam 
 pemerintahan     dan  komunitas    pada  tingkatan    desa.  Pada sisi  yang   lain,  tanpa 
 menghiraukan      heterogenitas      masyarakat     adat 
 dan pemerintahan    asli,
UU No.5/1979   melakukan    penyeragaman     pernerintahan pada  level desa  secara  nasional.   Uniformitas   ini secara sederhana diwujudkan dengan pemberian nama" desa" kepada semua
bentuk  pemerlntahan  level  desa.' 
 Dalam  UU No.5/1979,   penguasa   melakukan    kebijakan sentralisasi,  birokratisasi,  dan uniformitas  pemerintahan
 dan komunitas pada tingkatan desa,
Seiring
dengan perkembangannya, terjadi
proses reformasi politik
dan pergantian pemerintahan 
pada tahun 1998,kemudian telah diikuti dengan lahirnya UU No. 22/1999
tentang pemerintahan daerah.
UU ini berisi antara
lain, mencabut UU No. 5/1979.
Dalam UU yang baru ini, spirit pelaksanaan
sentralisasi, birokrasi dan uniformitas tidak lagi diJanjutkan sehingga dere gulasi dan debirokratisasi terhadap
 pemerintahan  desa mulai terjadi.
Hal ini diwujudkan dengan adanya kesempatan
bagi hidupnya kembali
pemerin tahan asli di tingkat
 desa, pengaturan  ten tang pemerintahan
 desa yang tidak  lagi di atur
 di tingkat  nasional  dan diserahkan  untuk  dikelola  di tingkat daerah Kabupaten dan Kota dan lain sebagainya.
Dalam pasal 99 UU No. 22/1999  mengenai  kewenangan   desa,
tercantum secara tegas bahwa kewenangan desa mencakup kewenangan yang sudah  ada  berdasarkan   hak asal-usul
 desa.!
 Kewenangan
 inilah
 yang kemudian  dibaca sebagai  pengakuan   terhadap  desa  atau  yang  disebut dengan  nama lain, sebagai sebuah 
entitas  politik, kultural  dan  hukum.
Pengakuan  terhadap  desa sebagai
entitas  politik, budaya  dan hukum
 di
masa laJu sekaligus merupakan pergeseran politik yang signifikan
terhadap model-model penyelenggaraan pemerintahan daerah masa Orde Baru yang cenderung sentralistik serta rnelakukan politik
penyeragaman pemerintahan desa melalui UU No.5/1979,
 tanpa  mengindahkan
 keberagaman
 kultur
masyarakat adal dan bentuk pemerintahan
 asli lokal.
Dalam   UU  No.    22/1999 
 terkandung     beberapa    perubahan     mendasar yang  menyangkut     penyelenggaraan      pemerintahan     daerah 
 yaitu:  pertama, pelimpahan wewenang
mengenai pengaturan pemerintahan di tingkat desa dari
pemerintah  pusat.
kepada  pemerintah  Kabupaten  dan  Kota,  Kedua,
dimungkinkan 
 munculnya  variasi  di tiap-tiap  daerah  mengenai model model pemerintahan di tingkat desa akibat perubahan kebijakan dari yang bersifat sentralistik  mengedepankan  uniformitas
 menuju kebijakan yang desentralistik dan memperhatikan  heterogenitas budaya dan politik
lokal. Ketiga, dominasi peran birokrasi mengalami
pergeseran digantikan dengan menguatnya  peran institusi masyarakat  lokal
atau adat. Implikasi diterapkannya  UU No. 22/1999 adalah  munculnya bentuk - bentuk pemerintahan asli yang digali dari identitas
kultur daerah sebagai pengganti model penyeragaman bentuk
pemerintahan  desa Jawa. Di Bali, pemerintahan   Banga
atau  Desa
Adat  menempati  posisi  yang
 semakin
penting dengan  kembali diberlakukannya  aturan  adat seperti
awig-awig.
Begitu juga di Minahasa maupun  Sumatera Utara.
Struktur baru
pemerintahan daerah dan desa
yang didalamnya termuat unsure pembagian dan pemisahan
kekuasaan, sudah tentu merupakan segi positif dalam  kerangka  pembagian  suatu
 pemerintahan   yang  baik
dan
demokratis. Otonomi yang di dalamnya
termuat pula otonomi desa,
sudah tentu  memberi harapan baru bagi pengelolaan kehidupan
masyarakat yang lebih dinamis,
dan lebih mengedepankan  prakarsa dari masyarakat.
Di Bali terdapat
dua organisasi pernerintahan desa yang berbeda secara
substansial dan fungsional, yaitu Desa Adat dan Desa Dinas. Masing-masing rnempunyai  struktur
 dan
 fungsi sendiri,  sehingga  sifat dari keterikatan
anggota masyarakat terhadap
organisasi itu berbeda
pula. Desa Adat adalah suatu  kesatuan  wilayah
 dimana
 warganya
 secara bersama-sama  meng konsepsikan dan mengaktifkan upacara
keagarnaan untuk memelihara ke sudan  desa.
Adapun  fungsi
uta rna Desa Adat adalah  mengkonsepsikan dan rnengaktifkan upacara keagarnaan untuk mernelihara kesucian
desa.
Secara norrnatif prospek keberadaan Desa Adat sebagai desa otonom adalah sangat  cerah.
Namun  dilihat 
dari realitas sosial,
pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan Desa Adat di Bali dihadapkan kepada ber bagai rnasalah,
kendala, tantangan dan sekaligus peluang di era globalisasi
dewasa ini.
Sejak tahun  1978 hingga  tahunl998  pembangunan   daerah  Bali ber
wawasan lingkungan dan budaya yang bemuansa  religius dalam berbagai aspek pembangunan   didongkrak
 dan
 didorong
 oleh laju perturnbuhan
industri pariwisata. lndustri
Pariwisata di Bali sangat rnenjanjikan harapan
dan  prospek 
 akomodasi    yang  positif.  Hal  ini
mendorong laju pertumbuhan ekspansi kekuatan ekonomi konglemerasi dan kekuatan-kekuatan ekonomi trans nasional untuk mengadakan investasi dalam berbagai
kegiatan eko nomi. Di sisi lain, pemerintah Indonesia menempatkan  industri pariwisata di Bali sebagai salah satu potensi
utama ekonomi nasional
di sektor non minyak dan gas bumi. Arah pengembangan  industri  pariwisata
 sebagai
sektor andalan untuk meraup devisa.
Hampir sebagian besar Desa Adat di Bali yang jumJahnya
1.336 buah kondisi kemampuan  dan keuangannya  sangat  memprihatinkan.  Padahal Desa Adat di Bali menempati posisi
kunci dalam upaya mengkonsepsikan
dan mengaktifkan penggalian, pengayaan, pemeJiharaan
dan pengembang an  kebudayaan 
 Bali
yang  dijiwai  oleh  agama
 Hindu
 sebagai
 faktor
keunggulan bersaing industri
pariwisata di Bali.
Bahkan kebudayaan  Bali
itu sendiri dijadikan  label pariwisata
yakni wisata budaya
dan sekaligus modal dasar pernbangunan daerah Bali.
lronisnya, Desa Adat di Bali tidak memperoleh pembagian pendapatan secara nyata bersumber dari aktivitas industri pariwisata sebagai sumber pendapatan
 keuangan desa.
Melihat fenomena seperti tersebut eliatas, penulis
sangat tertarik untuk mengkaji wang mengenai peran
Desa
Adat dalam menunjang
pariwisata Bali. Adapun   permasalahan  yang diangkat adalah: "Bagaimana peranan Desa Adat dalam pengelolaan pariwisata di Desa Adat Beraban
kabupaten Tabanan Bali khususnya  setelah dikeluarkannya  UU no. 22 tahun 1999?~
1.2.Struktur  Pemerintahan
 Desa di  Indonesia
Secara
sosioJogis desa menggambarkan suatu bentuk kesatuan
masya rakat  atau  komunitas   penduduk   yang  bertempat   tinggal  dalam  suatu
lingkungan di mana mereka saling
mengenal dengan baik dan corak ke
hidupan  mereka
reJatif homogen serta banyak bergantung  kepada alamo
Dalam pengertian  sosiologis tersebut,  desa  diasosiasikan
 dengan
 suatu
masyarakat  yang  hidup  secara 
sederhana,  pada  umumnya  hid up 
dari lapangan  pertanian,
 ikatan sosial,
adat dan  tradisi
 masih kuat,
sifatnya jujur dan bersahaja, penelidikannya relatif rendah  dan 
 lain sebagainya.
Adapun
pengertian  kedua
adalah desa sebagai suatu organisasi
pemerintahan  atau organisasi kekuasaan  yang secara
politis mempunyai wewenang tertentu  karena
merupakan  bagian dari pemerintahan
 negara.
Oesa sering dirumuskan sebagai suatu kesatuan  masyarakal hukum yang
berkuasa menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Sebagai suatu kesatuan
masyarakat hukum rnaka desa mempunyai 
wewenang dalam lingkungan wilayah    untuk  
 mengatur    dan 
 memutuskan      sesuatu    untuk 
 kepentingan masyarakat     hukum 
 yang  bersangkutan.
Kesatuan  
 masyarakat     hukum 
 tersebut    mengurus    kehidupan     mereka secara   mandiri    (otonom),    dan 
 wewenang     untuk  
 mengurus     kehidupan mereka   secara  mandiri   (otonom),   dan  wewenang    untuk 
 mengurus    dirinya sendiri   itu dimilikinya    semenjak   kesatuan 
 masyarakat    hukum 
 itu  terbentuk tanpa   diberikan    oleh  orang  atau  pihak 
 lain.  Dari  sinilah 
 asalnya 
 mengapa desa  dikatakan   memiliki  otonomi   asli
yang  berbeda  dengan   daerah 
 otonom lainnya   seperti 
 propinsi   dan  kabupaten    yang  memperoleh    otonominya    dari pemerintah     pusat 
 atau  pemerintah     nasional,
Dari   kacamata     pemerintah      nasional,     pemerintah      desa 
 dipandang sebagai  unit
 pemerintahan    terendah   yang  menempati   sebagian   dari  wilayah negara.    Oalam 
 konteks    ini pemerintahan   nasional  adalah  jalinan antar sistem
- sistem pemerintahan desa. Dengan kata lain,
pemerintah desa hanya berperan  sebagai  sub-sislem
yang  mati 
hidupnya   tergantung   pada
ke marnpuan  supra sistem yaitu pemerintah  nasional. Apabila kungkungan struktural  tersebut tidak diperhatikan,
 maka pemerintah desa bisa tampil sebagai suatu  sistem  tersendirl.  Jika pandangan 
 ini 
yang  dianut  maka pemerintah nasional
bisa dipandang  sebagai artikulator dan integrator dari bermacam-macam kepentingan sistem-sistem pemerintahan  yang tumbuh
dan berkembang pada level grass  roots.
Sebagai suatu organisasi
kekuasaan, struktur pemerintah desa berpusat pada kepala desa yang adakalanya didampingi oleh suatu badan penasehat (misalnya dewnn ",orokaki,  dewan tetua desa dan
kerapatall adat). Sebutan bagi kepala desa sebelum
 berlakunya  Undang-undang   No.5
tahun  1979 berbeda-beda di tiap daerah, di Jawa disebut Luroh, Kuwu, Petinggi, KIebun; Wnli Nagri (Sumatera Barat), Pesirah (Sumatera Selatan),
Keucik atau Rnja Cik (Aceh), Demnng, Tumenggung, Pembeknl (Kalimantan), Perbekel (Bali), Raja atau  Kepnla Negeri (Maluku),
 Humum  Tua,
Ta'uda'a dan  Snllgadi (Sulawesi) dan lain-lain. Dalam melaksanakan
 tugas sehari-hari, biasanya kepala desa mempunyai seorang pembantu yang menjalankan bermacam macam fungsi seperti: pesuruh,
pelayan, pengawal
dan pekerjaan-pekerjaan lain yang diperintahkan
 oleh kepala desa,
Dalam
perkembangannya,   seiring  dengan  keterlibatan
 desa  daJam administrasi negara. pembantu kepala desa yang utama adalah sekretaris
desa (seringjuga disebut
carik, seriang, penyarikan, juru tulis atau panitera).
Oi desa-desa di mana tugas-tugas pemerintah desanya bertambah banyak, pembantu
 kepala desa 
bukan hanya seorang
sekretaris  desa tetapi juga
perangkat desa yang menangani bidang pe.kerjaan tertentu
sepert:i:bidang keamanan    ipoiisi desa, kepeiengan, tamping, jogoboyo, kepala jaga polisi, mayulu,'
kapitall, polisi kampung, dll.): bidang pengairanjirigasi   (tuwowo,  jogo tirto, juru air, kepala persawahan,
 mayulu ho'lopo, malltri air); bidang  agama
dan atau adat (penghulu,  mukim, imam, modin, kaum,
pemangkll)  dan lain-lain,"
Di desa-desa
 yang
 wilayahnya   luas,  di mana
 tempat
 pemukiman
penduduk  terbesar wilayah desa terbagi  dalam
kesatuan-kesatuan  yang, lebih kecil yang masing-masing dipimpin  oleh
kepalanya  sendiri-sendiri.,yang juga  bertindak  sebagai  pembantu   kepaJa
desa.  Oengan  struktU~.
semacam itu, maka organisasi pemerintahan  desa seperti organisasi pemerintahan  nasional di mana Presiden
 dibantu
 oleh para menteri yang bertugas pada 
bidang-bidang  tertentu,
 dan kepala-kepala  wilayah daerah, yang memimpin pemerintahan  di lingkungannya sendiri.                           '
Sebagai  pemimpin  kepala  desa
 berwenang   membuat  keputusan keputusan  desa, baik secara sendiri  atau 
dengan  pertimbangan  lembaga. penasehat  yang ada. Dalam hal yang sangat  penting  mungkin  sebelum.
mengambil  keputusan   kcpala  desa  memerlukan   musyawarah   dengan
seluruh warga desa yang sudah dewasa atau hanya dengan
kepala-kepala keluarga sebagai perwakkilan seluruh  penduduk  desa. Kendatipun 
kepala desa adalah pemimpin yang tertinggi, tetapi karena masyarakat desa selalu
menjaga harmon;  kehidupan,
 maka jarang  sekali
terjadi  tindakan  yang sewenang-wenang  yang
dilakukan oleh kepala
desa terhadap  warganya.
Apabila  ada kepala desa yang bertindak
sewenang-wenang sehingga meng ganggu harmoni kehidupan warga
desa, sepanjang tidak terdapat campur tangan dari luar maka selalu terdapat  mekanisme yang menengah hal ini berlangsung berlarut-larut.  Mekanisme tersebut
bisa berupa  teguran
 dari lembaga-lembaga adat atau tradisional yang berpengaruh, bisa pula berupa sikap  dan  tindakan  warga  desa
 dan
 acara-cara  lainnya
 yang
 langsung
maupun  tidak
langsung akan  mengakhiri
 tindakan-tindakan
yang tidak dikehendaki oleh warga desa tersebut.
1.3.Desa Adat: Model Pemerintahan
 Desa (LokaJ)  di Bali
A. 
 Pengertian  Desa Adat
Secara teoritis  pengertian   Desa
Adat  menurut   Raka adalah
 suatu
kesatuan  wilayah 
di mana para 
warganya  secara 
bersama-sama  meng
konsepsikan  dan mengaklifkan
 upacara  keagamaan  untuk
 memelihara kesucian desa. Rasa kesatuan
sebagai warga Desa Adat terikat oleh karena adanya  karnllg desa (wilayah  desa), awig-awig desa (sistem
 aturan
 desa dengan    peraturan     peJaksanaannya),       dan   pura khnynngnn
tig« (tiga pura desa, sebagai suatu sistem tempat persembahyangan bagi warga desa adatj.'
Sedangkan    pengertian    Desa  Adat  secara- formal,  
sebagaimana
disebutkan  dalam
Peraturan Daerah (perda)
Nomor: 06 Tahun 1986 Pasal
1 (e), adalah
kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Daerah Tingkat
I Bali yang mempunyai  suatu kesatuan
 tradisi  dan tata krarna
pergaulan
hidup masyarakat  umat
Hindu secara turun temurun dalam ikatan
Khayangan Tiga (Khayangan Desa) yang mempunyai wiJayah tertentu dan harta
kekayaan sendiri serta berhak mengurus  rumah tangganya  sendiri.
Dalam UU No. 22 Tahun 1999, yang  dimaksud  dengan  Pemerintah
Desa (Desa Dinas) adalah kegiatan pemerintahan  yang dilaksanakan oleh
pemerintah  desa,
yang daJam hal ini adalah  kepala
desa dan perangkat desa. Sementara itu kewenangan desa mencakup kewenangan-kewenangan
yang yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, kewenangan  yang oleh peraturan  perundang-undangan   yang  berlaku  belum  dilaksanakan oleh daerah dan pemerintah; dan tugas pembantuan
 dari pemerintah, baik pemerintah propinsi, dan/ atau pemerintah  kabupaten.
Secara normatif prospek
keberadaan  Desa Adat sebagai desa otonom
adalah  sangat  cerah, Namun  dilihat  dari  realitas sosial,
pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan Desa Adat di Bali dihadapkan kepada 00- bagai masalah, kendala, tantangan
dan sekaligus peluang di era globalisasi dewasa ini.
Desa Pakraman, yang lebih dikenal dengan
 Desa
Adat, lahir karena tuntutan  kodrati  manusia
 sebagai
 rnakhluk
 sosial,
 yang
 tidak
 mampu
memenuhi berbagai kebutuhannya secara
individual. Mereka sepakat
untuk hidup  bersama-sama  daJam suatu  ikatan  tertentu  guna
 mempermudah
pencapaian tujuan  atau pemenuhan
 berbagai
 kebutuhan.
Secara historis
 belum diketahui  kapan  dan  bagaimana
 proses
 awal terbentuknya  Desa Adat di Bali.
Ada yang  menduga  bahwa
 Desa Adat telah ada di Bali sejak zaman neolitikum dalam  zaman  pra-sejarah,  yaitu pada saat manusia telah mempunyai pola pemukiman yang menetap dengan budaya bercocok tanam. Sedangkan menurut kepercayaan lokal, terbentuk
nya Desa Adat di Balisering dikaitkan
dengan kedatangan Resi Markandeya, seorang pendeta besar penyebar Agama Hindu di Bali. Pada perkembangan
selanjutnya, keberadaan  Desa Adat yang dicirikan
oleh kepemilikan  tiga pura 
utama  (knhyangmlliga) dikaitkan  dengan  hasil pertemuan  segi tiga (samllQIl liga) yang  dilakukan oleh Mpu Kuturan  pada  zaman  Bedahulu (abad  XI), yang  bertujuan    untuk 
 mempersatukan     berbagai    aliran  (Sampradaya) Agarna Hindu  yang banyak berkembang
di Bali pada saat itu.
B. 
 Karakteristik   Desa  Ada!
Desa Adat
 di Bali mempunyai
 identitas
 unsur-unsur   sebagai 
per sekutuan  masyarakat  hukum  adat, serta
mempunyai  beberapa  ciri khas
yang membedakannya dengan
kelompok sosiallain. Ciri 
pembeda tersebut
antara  lain adanya  wilayah  tertentu  yang mempunyai  batas-batas  yang
jelas, dimana sebagian besar warganya
berdomisili eli wilayah tersebut dan adanya  bangunan   sud 
 milik  Desa  Adat  berupa  kahyangan   tiga  atau
kahyangan desa. Di samping itu, Desa Adat juga mempunyai tatanan yang
mantap, yang merupakan satu kesatuan
yang secara JokaJ dikenal dengan berbagai istilah gebog. sikut, banua ataupun tegak dengan  berbagai ukuran seperti domas  (BOO),somas   (400), salak  (200), satus   (100) dan sebagainya.
Suatu komunitas
 atau organisasi  tradisional eli Bali dapat  cliidentifi
kasikan sebagai suatu  Desa
Adat apabila memenuhi  ciri-ciri seperti:  (1) mempunyai batas-batas geografis yangjeJas, yang umumnya berupa batasan
alam seperti sungai, hutan, jurang,
bukit dan pantai
ataupun  batas
buatan seperti tembok penyengker; (2) mempunyai anggota
atau kerama yang jelas, dengan  persyaratan
 tertentu
 dan sebagian
besar kerama Desa Adat ber
domisili di wilayah tersebut; (3) mempunyai kaJryangaTl
tiga
atau kahynTlgan desa, atau pUfa Jain yang  mempunyai  fungst dan peranan
 sama dengan kahyangnTl  liga. Hal ini perlu ditegaskan
 karena banyak
Desa Adat, Pura Desa
dan Pura Puseh
ada dalam satu kompleks, sehingga seakan-akan hanya merupakan  satu  pura.  Bahkan
ada  Desa
Adat  yang  ketiga  kahyangan tiganya ada dalam satu kompleks; dan (4) mempunyai otonorni, baik keluar
maupun 
ke dalam. Otonomi
ke dalam berarti kebebasan atau kekuasaan
untuk mengatur rumah tangganya sendiri,
sedangkan otonomi keluar diarti
kan sebagai kebebasan untuk mengadakan
kontak langsung de.ngan
institusi di luar Desa Adat.
C. 
 Tipe
Desa  Adat 
 di Bali
Berdasarkan sistem dan struktur
organisasinya, Desa Adat eli Bali dapat dibedakan menjadi liga lipe yaitu, sebagai berikut:
•
Pertama, Desa Bali Age (Bali Mula) yaitu desa-desa yang masih kuat kepala  Dinas Kebudayaan    propinsi  daerah  Tingkat  I Bali, Karateristik   dan  Otonomi Desa  Adat
 suatu
 kajian
 Praklis,
disampaikan   dalam 
 seminar 
 peranan    desa adat dalarn  pembangunan    daerah bali, 13 dan 14 September   1994.
Universitas   Udayana.   Bali.
memegang 
 sistem  serta  adat  istiadatnya    dan tidak
 atau
 hanya
 sedikit
 terkena
pengaruh    kerajaan   Majapahit.   Desa-desa   seperti 
 itu  masih  banyak terdapat
di  Bali
 pegunungan,     seperti:   sebagian    dari   
 Daerah 
 Tingkat    II 
Buleleng, jembrana,    Gianyar,   Bangli  dan   Karangasem.
Kedua,  Desa  Apanage    yaitu 
 desa-desa    yang 
 memakai    system kemasyarakatan  seperti pola tata kemasyarakatan
 kerajaan Majapahit. Oi dalarn kitab "Negara Kerta Gama"  disebutkan
 bahwa Bali mengikuti tata cara kehidupan di Majapahit. Desa-desa
yang tergolong dalam kategori ini sebagian besar terletak di Daerah
Bali daratan, seperti:
sebagian dari daerah kabupaten  Tingkat II Tabanan,
Badung, Bangli,
klungkung,  Karangasem, Buleleng, Jembrana dan Gianyar.
Ketiga,
 Desa baru, yaitu desa-desa yang timbul sebagai akibat dari perpindahan penduduk
yang sernula didorong
oleh keinginan untuk mendapatkan lapangan  penghidupan.   Pada  umumnya  desa-desa  yang  demikian dijumpai pada beberapa desa di daerah kabupaten Jembrana
dan Buleleng.
Perbedaan tipe Desa Adat juga berpengaruh
 pada sistem dan struktur organisasi  pemerintahan 
 desa  yang  ada. 
Sebagai gambaran   dapat  di kemukakan  perbedaan  antara
 dua jenis perangkat
 desa, yaitu  Desa
Bali
Age dan Desa Apanage.  Pada Desa Apanaga  perangkat  desanya  terdiri
atas: (1) Bandesa (sebagai Kepala Desa-Adat); (2) Patajuh Bandesa
(sebagai wakil  dari  Bandesa);  (3) Pamjarikan    (sebagai  juru  tulis  Bandesa):  (4) Kasinoman-Desa   (sebagaijuru arah);
dan (5) Pamanglcu (untuk urusan upacara
di Pura)
Sedangkan untuk Desa Ball-Aga, istilah
dan susunan  perangkat  desa atau
prajuru-desa adalah:
 (1) Dua orang
 Iero Baya/Kubayan  aero  Bayan
Mucuk dan [ero Bayan Nyoman); (2) Dua orang [ero Bahu Oero Bahu Mujuk
dan [ero Bahu Nyoman); (3) Dua Orang Jero Pati Oeto Pall
Mucuk dan Jero Pati  Nyoman);  dan  (4) Dua orang
 Singgukan   (Singgukan  Mucuk  dan
Singgukan Nyoman).
D. 
 Peran
Desa Adat dalam 
Pariwisata
Kepariwisataan adalah sejumlah fenomena dan hubungan yang terjadi karena adanya perjalanan orang-orang ke suatu tempat dari ternpat tinggal mereka  asalkan  mereka tidak  tinggal  menetap  dan  tidak  untuk  tujuan bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Pariwisata dianggap sebagai
suatu fenomena campuran,  karena pariwisata  mencakup semua 
kejadian yang dilakukan oleh wisatawan  yang
merupakan  orang
asing di tempat 
yang dikunjungi  dan umurnnya
 mereka
 menunjukkan
 tingkah
 lain daripada
penduduk  
 setempat.    Adapun 
 sifatnya   yang  sementara    dan  singkat   membedakan
pariwisata  dengan
migrasi yang mengandung   pengertian  sebagai perpindahan    penduduk    untuk  jangka  waktu   yang  lama  dan  bahkan 
 untuk menetap    selamanya.
Pariwisata   daJam
 pengertian    yang  mumi 
 sebenarnya    adalah 
 kegiatan bersenang-senang,     yang  untuk 
 itu  orang  mengeluarkan     uang  yang  dibawa dari  tempat   asal.  Di  samping    itu  diperlukan     pula 
 waktu 
 yang  senggang. Dengan   pengertian   seperti 
 itu,  berarti pariwisata memerlukan waktu senggang yang khusus dan merupakan rekreasi
yang khusus pula. Tetapi meskipun
pariwisata mengandung arti perjalanan, tidak semua perjalanan
dapat dikatakan sebagai pariwisata,"
Konsep pariwisata
 yang dikembangkan  di Bali tidak hanya melihat pada dasar falsafah yang dipakai tetapi
bermakna  pula mengendepankan faktor-faktor budaya baik sebagai
daya tarik wisata maupun sebagai
pelaku usaha  pariwisata.  Dalam hal ini adalah  memberi  fungsi  pada  lembaga lembaga yang tumbuh atas dasar kebudayaan  Bali.
Dalam pengembangan  pariwisata
 Bali antara  Desa
Dinas dan Desa Adat  merupakan   dua  komponen  yang  saling
 terkait
 dan
 tidak
 dapat
dipisahkan satu dengan
yang lain. DaJam hal ini, Desa Adat berperan sebagai  ujung
tombak penghubung antar masyarakat dan pemerintah daJam rangka  pelaksanaan   program-program    pemerintah   khususnya   dalam bidang pariwisata.
Desa Adat
 memang
 merupakan   desa
yang  sangat 
potensial  dalam menunjang  pariwisata  di Bali, karena memiliki
berbagai potensi sebagai aset pariwisata, di samping juga karena corak kepariwisataan di Bali adalah pariwisata  budaya.
Beberapa potensi yang yang dimiliki
oleh Desa Adat dalam menunjang pariwisata adalah: pertama,  struktur  pola menetap  di pedesaan  dilandasi
oleh konsep: Iriililakarnna,  tirmandala,  triangga,  dan huluteben,   sehingga menampilkan corak tersendiri yang khas dalam sistem kchidupan
masyarakat di Bali. Keserasian hubungan
antara: uua-agama  dengan tata-pawongal1  dan tata-pnlemahnn dalam  konsep  trihitaknrana,  memberikan  perasaan
 hidup
yang seJahtera di pedesaan.
 Demikian  pula  pembagian  polemnhan-desa, paiemahnn   pura dan
palemaJran
 hlmian menJadi  tiga yaitu  utamll-mandala, mad/lya-mandala    dan kanistlla-mandala     menurut   trimandala adalah  serasi dengan  konsep triangga dalam dirl manusia  yaitu:
 utama-aligga,   madflyn-angga  dan kanistha-angga. Trimandala adalah  konsep  yang  berorientasi
horizontal-vertikal.   Hulu-tebell
adalah  suatu  konsep  yang  sangat
 aktual
dalam kehidupan  masyarakat di Bali.
Kedua, sesuai dengan karakter sosio-reiigius masyarakat di Bali, bahwa kegiatan  upacara-upacara   agama  Hindu  diwujudkan  dalam  kehidupan
sehari-hari,  terlebih pada masyarakat  di pedesaan.  Ketiga, Desa. Adat di sarnping memancarkan  nilai-nilai agarna
Hindu, namun juga merupakan
suatu  pusat
pembinaan kebudayaan  Bali.
Keempat, dari sejak dahulu
 suasana
 kehidupan
 masyarakat
 di Desa Adat adalah aman dan tentram. Hal yang demikian itu disebabkan
karena telah terwujudnya  suatu:
 trepti ring tata-agama, trepti ring tata-pmoongan,",wah
 trepti
 ring
tata-palemanan.
Kehidupan  Desa  Adat di Bali sebagai
lembaga sosial religius,
 telah
dirasakan  oleh
Pemerintah  Daerah  Tingkat  I Propinsi  Bali.
Desa Adat banyak memberikan  sumbangan  yang sangat  berharga  terhadap  kelang
sungan kehidupan  masyarakat dan pembangunan  daerah di Propinsi Bali. Hal
tersebut disebabkan oleh kehidupan
 di Desa Adat telah mampu  menyatukan  petunjuk ajaran agama Hindu  yang menjiwai
masyarakat  umat pendukungnya  dengan pelaksanaan Adat dalam kehidupannya.  Menyatu kan pelaksanaan Adat dan Agama Hindu pada masyarakat di Desa Adat, telah tumbuh  dan  berkembang  sepanjang  sejarah selama  berabad-abad lamanya.
Desa Ada di Bali merupakan lembaga
(desa) tradisional yang tumbuh
dan berkembang sepanjang sejarah selama berabad-abad. Keberadaannya telah memberikan sumbangan
yang sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan  masyarakat,  perjuangan  kemerdekaan
 dan pembangunan. Di samping itu penerapannya juga sangat besar dalam bidang agama, sosial kultural, otonomi dan pertahanan  keamanan.
Secara normatif, sebagai lembaga sosial-religius, Desa Adat berfungsi untuk  melakukan
 upaya-upaya
 religius yaitu hubungan  antara  manusia
dengan sang Pencipta. Sementara itu dalam dalam bidang pmuongarr, desa
adat merniliki tugas untuk menata krarna atau masyarakat adat. Sedangkan
di bidang palc1IIaltarl,Desa Adat memiliki
tanggung jawab dalam 
menjaga keamanan  wilayahnya.
Secara
empiris, cakupan ketiga aspek inasebetulnya cukup luas. Salah satu contoh, dalam aspek pawongnn,  Desa Adat bisa ikut ambil
bagian dalam penanganan penyakit
masyarakat seperti: gelandangan dan pengemis, atau bahkan rnasalah narkoba dan minuman
 kerns (miras).
Dalam era globalisasi di mana kehidupa.n masyarakat ditandai suasana kompetitif   dan  perubahan    sosial yang cepat    menuntut     berbagai   perubahan adaptif;    sementara      itu  kondisi    kemampuan      para   prajuru   adat  sangat terbatas,  sehingga   perlu  diupayakan    peningkatan,   Dengan  kata lain dibutuh
kan  upaya
 pemberdayaan     terhadap    Desa Adat, termasuk di dalamnya para prajuru  adat.
Pemberdayaan
Desa
Adat sebagai desa otonomi merupakan
cara yang terbaik untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat  adat
 dalam
 berbagai
 aspek
 kehidupannya    baik
yang  menyangkut  hubungan  dengan
 Sang Hyang  Widhi 
Wasa, dengan  sesarana manusia  dan hubungannya  dengan  ajaran sekitarnya.
Mengapa Desa Adat perlu diberdayakan? Setidaknya ada tiga landasan
yang bisa dijadikan sebagai dasar hukum bagi Desa Adat untuk diberdayakan.
Pertama,   Undang-undang  Dasar
1945 Bab IV pasal18 serta  penje1asan tentang
Pemerintahan  Daerah yang menyebutkan,
 sebagai berikut:
Dalamteritorial Negara Indonesia terdapat lebih
kurang 250 seperti desa dijawa dan bali, negeri di Minangkabau d,usun dan warga di Palembang dan sebagainya.Daerah-daerah
itu mempunyai susunan asli dan oleh karenya
dapat dianggapsebagi daerah
yang bersifatistimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang rnengenai
daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan  Negara yang mengenai daerah-daerah 
 ituakan mcngingati  hak-hak asal-usul  daerah
tersebut".
Kedua, Peraturan Daerah Propinsi
Bali Nomor : 06 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi dan Peranan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat
Hukum Adat dalam Propinsi Bali Bab I pasall  huruf e yang menyebutkan, sebagai berikut :
"
Desa Adat adalah kesatuan masyarakat  hukum adat di propinsi Daerah Tingkat 1 Bali yang mempunyai satu kesatuan
tradisi dan tata pergaulan hidup
masyarakat umat Hindu
secara turun
 temurun dalam ikatan KahyanganTiga
(kahyangan
desa), yang mempunyai       wilayah tertentu dan harta kekayaan             sendiri serta berhak mengurus ramah tangganya 
sendiri",
Ketiga, Peraturan Menteri Dalarn Negeri Nomor : 3 Tahun 1m tentang: Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat-istiadat, Kebiasa an-kebiasaan Masyarakat dan lembaga Adat serta Data Wilayah
Adminis trasi Pemerintahan
Desa/Kelurahan  Bab I pasal 1 (e) sebagai berikut
:
"Lernbaga Ada!adalah sebuah
organisasikemasyarakatanb, aik yang sengaja dibentukmaupun yang secarawajarturnbuhdan berkembangdi dalam
suatu masyaraka!hukurnada!tertentudenganwilayahhukumdan hak atas kekayaan di dalamwiJayahhukumtersebu!sertaberhakdan berwenanguntuk
mengatur, menurus dan menyelesaikanberbagaipermasalahankehidupan
yang terkait dengandan mengacupada
adat-istiadatdan hukumada! yangberlaku".Apabila dicermati secara seksama, 
dari ketiga sumber  hukum  yang mengatur keberadaan otonomi Desa Adat dapat arnbil
simpulan: (1) Ketiga sumber hukum tersebut
semuanya menyatakan pengakuan  terhadap  Desa
Adat sebagai organisasi  kemasyarakatan   yang
berhak mengurus  rumah tangganya sendiri  (otonomi),
bahkan juga mengatur dan   mengurus
harta kekayaannya;   (2) Undang-undang    Dasar  1945
Bab IV pasal  18 serta
Penjelasannya tentang Pemerintahan Daerah,
secara gamblang menyatakan bahwa negara kesatuan Republik
Indonesia menghormati kedudukan  Desa Adat sebagai
daerah  istimewa dan segala  peraturan  negara
akan  meng ingati hak-hak asal-usul daerah tersebut, sehingga
seluruh peraturan  per
undang-udangan  yang dike1uarkan oleh Pemerintah tidak boleh mernper lemah keberdayaan  dan
keberadaan  Desa
Adat sangat jelas sebagai desa yang  berhak   mengatur   rumah 
 tangganya    sendiri.   Secara  normatif kedudukan  dan keberadaan Desa Adat sangat kuat dasar hukumnya; dan (3)
Sebagai konsekwensi  pengakuan
 akan
 keberadaan
 Desa Adat  yang mempunyai otonomi, secara tegas dalam peraturan Menter; Dalarn Negeri Nomor: 3 Tahun 1997dinyatakan bahwa Gubemur Kepala
Daerah, Bupati/ WaJikota  KepaJa
 Daerah   mempunyai    kewajiban   untuk 
 mernbantu tersedianya  sarana
 dan prasarana  yang memadai  bagi
terselenggaranya peranan dan fungsi
Lembaga Adat serta berkewajiban untuk rnenganggarkan dana  yang  memadai  dalarn
setiap Tahun  Anggaran
 melalui
 APBD
masing-masing  untuk  pemberdayaan,   pelestarian
 dan
 pengemabangan
Lembaga Adat.
Bertitik tolak dari simpulan
 tersebut, maka secara normatif  prospek keberadaan  Desa Adat sebagai
desa otonom adalah
sangat cerah. Tetapi apabila ditinjau dari realitas
sosial, pemberdayaan, pelestarian dan pengem
bangan Desa  Adat di Bali dihadapkan kepada berbagai masalah,
kendala,
tantangan  dan
sekaligus peluang. Terkait dengan permasalahan tersebut perlu dipertanyakan: Apakah dalam  era reformasi dengan  berbagai
 perubahan
 dalam   peraturan  perundang-undangan       dalam  
 pemerintahan     daerah, 
 secara  relitas  sosial
 Desa
Adat  meningkat    keberadaan    dan  keberdayaannya     dalam 
 mengurus    rumah tangganya    sendiri?    Pertanyaan    ini  perJu  dijawab 
 oleh  berbagai   kalangan, mengingat      peranan     dan 
 fungsi  
 Desa 
 Adat  
 di  dalam  
 pemberdayaan, pelestarian   dan  pengembangan     kebudayaan    Bali sangat
 besar
 dan
 dominan,
Dengan 
 dasar 
 hukum 
 atau  deregulasi    kebijakan   sebagaimana
Di paparkan di atas, maka Desa Adat sangat
berpotensi dalam pengelolaan berbagai sektor 
yang ada di wilayahnya.
 Berdasarkan
 wawancara
 yang
dilakukan kepada Bendesa
Adat Beraban, I Made Deka, menyatakan bahwa dalam beberapa hal Desa Adat telah melaksanakan 
fungsi dari sebagian
besar Desa Dinas.
Menurut  I Made Deka, dibandingkan  dengan  peranan  sebelumnya, Desa Adat sekarang sudah memiliki kewenangan yang lebih luas. Hal ter sebut dapat dilihat dari peranan Desa Adat yang lebih luas yang sifatnya
seperti  keikutsertaan   Desa
Adat  dalam  merumuskan   kebijakan  dalam pelaksanaan  program-program
 pembangunan
 di tingkat
desa.
Selain itu Desa Adat juga turut berperan
dalam bidang keamanan
yaitu dengan memiliki pecalang  sebagai ujung tombak Desa Adat dalam bidang keamanan  yang  dibantu
 oleh aparat  keamanan  setempat  dalam
 hal ini polsek, ikut serta dalam menjaga keamanan
dan ketertiban demi terdptanya
suasana aman dan tentram. Pengakuan  terhadap  Desa Adat juga terlihat dari diikutkannya Oesa Adat dalarn penertiban bagi penduduk
 pendatang
oleh pemerintah daerah,
Disadari bahwa pranata
sosial yang bersifat
tradisional dalam masya rakat Bali selalu berhasil
menunjukkan kernampuannya,  bukan dalam hal penyelenggaraan
 pola hidup yang berkaitan
dengan masalah  tradisi tapi
juga mengembangkan paham - paham kemajuan. Desa
Adat mempunyai kontribusi besar terhadap  keberhasilan pembangunan  di Bali. Kinerja
dari perekonomian Bali dalam 25 tahun terakhir
ini baik dalam artian sistem,
struktur dan prestasinya merupakan wujud nyata dari sumbangan masyarakat Bali dalam pembangunan
 ekonomi bangsanya.
Sementara itu,  pada  masa
sebelum dikeluarkannya UU Otonomi Dae rah,
Oesa Ada! tidak dilibatkan daJam pengelolaan objek wisata yang ada
di wilayahnya. Dengan adanya otonomi, Desa Adat sudah diikutsertakan dalam pengelolaan obyek pariwisata. Dengan kata lain, Desa Adat sudah di akui dan berperan secara langsung dalam pengelolaan obyek wisata.
Hal ini
dapat dilihat dari sebagian besar petugas atau staff yang ber
peran di lapangan, seperti dalam proses penetapan  biaya
operasional pada objekwisata, perekrutan karyawan atau tenaga kerja yang mayoritas adalah masyarakat    Desa  Adat  setempat,    dan  
pengelolaan    hasil
 atau   pendapatan dari  sektor   pariwisata.    Namun  
 demikian,    oleh  karena 
 kondisi 
 Desa Adat masih penuh  keterbatasan
 dalam  kemampuan,  maka
pengelolaan  objek wisata dalarn Desa
Adat masih berada
daIam pembinaan dan pengawasan
dinas pariwisata dan kebudayaan.
IV.  Simpulan
Berdasar  uraian di alas dapat disimpulkan, sebagai berikut
1.        
Sebelum dikeluarkannya  UU tentang Otonomi Daerah,
No. 22 tahun
1999, Desa Adat sarna sekali tidak berperan daIam pengelolaan obyek
wisata. Pengelolaan obyek wisata sepenuhnya  berada di tangan pemerintah  pusat.
2.        
Dengan keluarnya 
 UU tentang Otonomi
Daerah No. 22/1999,
Desa
Adat mulai dilibatkan daIam proses pengelolaan objek wisata. 
Hal itu tentu saja memberi
peluang bagi Desa Adat daIam proses perumusan kebijakan baik itu dalam 
hal pengelolaan sumber daya manusianya, operasionaInya maupun
kebijakan tentang pembagian
pendapatan dari sektor pariwisata. Keikut
sertaan Desa Adat daJam pengelolaan obyek pariwisata ini  tercermin dari pemberian kewenangan  yang diberikan kepada Desa Adat, berupa penunjukkan  para staff atau sumber
daya manusia yang bekerja
di objek wisata tanah lot harnpir semuanya
ada lah pcnduduk  asli
desa adat beraban, sehingga memanfaatan potensi desa setempat
 khususnya
 dalam
 bidang ketenagakerjaan  sudah  dilaksanakan
 secara maksimal.
Meski demikian,  Agar 
sasaran  utama pengelolaan obyek wisata  ini dapat
 berjalan sesuai dengan  harapan
maka diperlukan suatu pengawasan atau kontrol terhadap
pleksanaan atau  kinerja  dari  para
 aparat   yang  bertugas   di  lapangan,  yang
dilakukan oleh dinas pariwisata.
DAFTAR  PUSTAKA
A.A.   Anom  Uthama,
 Des« Pakramall: Sejarall Eksistensi  dall Strategi
PemberdaYIl1lIl.
A.W. Widjaya, Titik Bernt Otonomi  Pada
Daernh Tingknt  ll, Jakarta: Rajawa;1
Press, 1992.
Bratakusumah,  Deddy
Supriadi, dan  Dadang
Solihin,  Otonomi  Penyeleng
garaan Pemerintah  Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2001.
Harsono,   Hukum Tala Negara
Pemerintahan Lokal dati Masa ke Masa, Yogya-karla:   Liberty, 1992.
I Nguruh Gordu Gusti, Manajemen dan Kepemimpinan
 Desa Adat di Propinsi Bali dalam  Perspektif   Era  Globalisasi,   Denpasar:   STIE Satya
Dharma Singaraja dan Widya   Knya
Gamatama, 1999.
I Widarta,  2001,   Cara Memahami Otonomi Daerah,
Yogyakarta:  Lapera
Pustaka Utama.
I Gusti Raka Gede, 1995, Monografi
Pulau Bali, Jakarta: Pusat  Djawatan
Pertanian  Rakyat.
Kepala Dinas Kebudayaan  propinsi  Daerah Tingkat
I Bali, "Karateristik dan  Otonomi  Desa Adat  suatu  kajian
Praktis",  Makalah, Di sampaikan  dalam Seminar
"Peranan  Desa
Adat dalam  Pem bangunan 
Daerah Bali", 13 dan 14 September 1994, Universitas
Udayana,  Bali.
Majelis Pembina Lembaga
Adat Daerah TK I Bali, Desa Adat dan Pariwisata
Bali, Bali:
Proyek Pemantapan  Budaya Adat,  1992/1993.
Sri Sultan  Hamengku    Buwono  IX, 2001,  'Desentralisasi     dan  Good
Governance di Tingkat  Desa',
 Makalah Program S2 Sosiologi - UGM,
Yogyakarta: UGM.
Komentar
Posting Komentar