PROPOSAL SKRIPSI
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Perkembangan
paradigma studi ilmu administrasi negara sangat cepat dan mengikuti perubahan
lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi yang sistematis yang dilakukan
oleh Nicholas Henry (1995) yang mengelompokkan paradigma administrasi negara
atas; (a) dikhotami politik administrasi, (b) paradigma prinsip-prinsip
administrasi negara, (c) paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik,
(d) paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi, dan (e) paradigma
administrasi negara sebagai ilmu administrasi negara sampai pada tahun 1970.
Setelah tahun 1970, paradigma administrasi negara berkembang menjadi paradigma
administrasi pembangunan (J.B Kritiadi:1997). Dalam paradigma ini peran
pemerintah dalam pembangunan negara-negara berkembang sangatlah besar. Oleh
karena itu menurut Abdullah (1984) peran administrasi pembangunan dalam proses
pembangunan adalah sebagai ”Agen of Change”. Hal ini berarti proses
perencanaan, perumusan kebijaksanaan, implementasi dan pengendalian pelaksanaan
pembangunan semuanya dilakukan oleh pemerintah.
Studi yang
dilakukan oleh David Osborne dan Gaebler (1992) menggugat tesis tersebut, bahwa
pemerintah tidaklah cukup mampu untuk melakukan sendiri kegiatan sektor
publik; pemerintah tidak memiliki cukup biaya untuk membiayai kegiatan sektor
publik. Oleh karena itu keterlibatan unsur swasta, masyarakat dan kelembagaan
masyarakat lainya dalam menyelenggarakan sektor publik merupakan pilihan tepat
untuk menciptakan efisiensi, efektifitas, pemberdayaan masyarakat itu sendiri.
Dari sinilah peran pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan sektor publik
berubah, dimana tidak hanya pemerintah yang terlibat dalam proses pembangunan,
tetapi pihak swasta, kelembagaan masyarakat dan LSM merupakan tiga pilar utama
yang harus berperan aktif dalam melakukan proses pembangunan.
Salah satu
fungsi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan umum sebagai
wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik yang
efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa
untuk mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik maka organisasi
birokrasi harus profesional, tanggap, aspiratif terhadap berbagai tuntutan
masyarakat yang dilayani. Seiring dengan hal tersebut pembinaan aparatur negara
dilakukan secara terus menerus, agar dapat menjadi alat yang efisien dan
efektif, bersih dan berwibawa, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas umum
pemerintah maupun untuk menggerakkan pembangunan secara lancar dengan dilandasi
semangat dan sikap pengabdian terhadap masyarakat.
Seiring dengan
hal tersebut Abdullah (1984) mengatakan bahwa determinan penting untuk
meningkatkan kinerja birokrasi pemerintah adalah dibutuhkan ”Infra-Struktur Administrasi” yang
memiliki kesiapan dan ketangguhan pada semua tingkatan dan tahapan yang
meliputi : (a) organisasi pelaksana yang berintikan birokrasi yang mantap dan
tangguh; (b) sistem administrasi atau tata laksana yang efektif dan efisien;
dan (c) susunan aparatur atau personalia yang berkemampuan tinggi dari segi
profesional, orientasional yang disertai rasas dedikasi yang tinggi. Hal ini
berarti bahwa kinerja birokrasi pemerintah dalam merencanakan, mengimplementasikan
dan evaluasi serta pengendalian proses pembangunan dan pelayanan masyarakat
sangat ditentukan oleh faktor kelembagaan, ketatalaksanaan, sumber daya
manusia, aparatur dan dukungan sarana dan prasarana yang tersedia.
Sorotan tajam
tentang kinerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik menjadi
wacana yang aktual dalam studi administrasi negara akhir-akhir ini. Hal ini
disebabkan oleh rendahnya kinerja birokrasi dalam memberikan pelayanan dan pada
sisi lain munculnya konsep privatisasi, swastanisasi, kontak kerja yang pada
intinya ingin meminimalkan campur tangan pemerintah yang terlalu besar dalam
pelayanan publik (Savas, 1983, Osborne, 1992).
Studi yang
dilakukan oleh Savas (1983), LAN Jawa Barat (1999) menunjukkan bahwa kinerja birokrasi
dalam menyelenggarakan pelayanan publik lebih rendah ketimbang yang dilakukan
oleh pihak swasta atau kelembagaan masyarakat lainnya. Bahkan Savas mengatakan
bahwa tugas pemerintah adalah mengarahkan bukan mengayuh perahu. Memberikan
pelayanan adalah mengayuh dan pemerintah tidaklah pandai mengayuh.
Di kalangan
masyarakat masih terdapat keluhan berbagai pelayanan pemerintah (birokrasi)
bahkan masyarakat mengatakan bahwa kalau bisa dipersulit mengapa harus
dipermudah dan bila ada pilihan lain untuk mendapat KTP selain dari Kantor
Kelurahan dan Kantor Kecamatan, maka saya akan memilih ke Supermaket karena
disana pegawainya ramah, suka senyum, menanyakan apa yang dapat dibantu.
Sebaliknya kalau anggota warga masyarakat ke kantor Kelurahan atau Kecamatan
sangat paradoksal dengan apa yang terjadi di Supermaket untuk mendapat
pelayanan (Zanapiha, 1999).
Selama ini
seperti yang diakui oleh Moestopadidjaja (1997) bahwa pelayanan publik oleh
birokrasi cenderung dipersulit, prosedur berbelit-belit, rendahnya ketidakpastian
waktu pelayanan. Gejala ini oleh Bryant dan White (1987) sebagai suatu
gejala ketidak mampuan administratif, umumnya terjadi di Negara-negara sedang
berkembang.
Penilaian
kinerja birokrat pemerintah selama ini cenderung didasarkan pada faktor-faktor
input seperti jumlah pegawai, anggaran, peraturan perundangan dan termasuk
pedoman dan petunjuk teknis pelaksanaan; dan bukan pada faktor-faktor output
atau outcomes-nya, misalnya tingkat efisiensi biaya, kualitas layanan,
jangkauan dan manfaat pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Oleh karena itu
dalam praktek penyelenggaraan pelayanan publik masih terdapat berbagai masalah
antara lain perbedaan antara kinerja yang diharapkan (intended perfomance)
dengan praktek sehari-hari (actual perfomance), perbedaan antara tuntutan
kebutuhan masyarakat dengan kemampuan pelayanan aparatur pemerintah, perbedaan
antara keterbatasan sumber daya anggaran pemerintah dengan kebocoran pada
tingkat pelaksanaanya (LAN Jawa Barat, (1999). Studi lainnya dilakukan oleh
Hardjo Soekarto (1999) menunjukkan bahwa pelayanan publik selama ini masih
menunjukkan mental model birokrat sebagai yang di layani oleh masyarakat,
bukan justru sebaliknya aparat yang harus melayani masyarakat. Hal ini
terjadi karena pendekatan kekuasaan birokrasi lebih dominan ketimbang
keberadaan aparatur sebagai pelayan masyarakat. Kekuasaan birokrat sangat kuat
sekali dan bahkan tak ada organisasi sosial kemasyarakatan yang mampu
mengontrolnya sehingga praktek penyelenggaraan pelayanan publik selama ini yang
menjadi beban masyarakat dan birokrat cenderunng melakukan praktek Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (Mohammad, 1999).
Sementara itu
peran aparatur negara (birokrasi) sejak beberapa dekade yang lalu lebih
disiarkan sebagai penyandang dua peran yaitu sebagai Abdi Negara dan sebagai
Abdi masyarakat dan peran sebagai abdi negara menjadi sangat dominan ketimbang
peran sebagai abdi masyarakat. Siklus pelayanan lebih berakses ke kekuasaan
birokrasi ketimbang melayani masyarakat. Akibatnya aparatur cenderung melayani
dirinya sendiri dan meminta layanan dari masyarakat (Thoha, 1993, Idrus, 1995).
Berkaitan dengan hal ini Kaufman (1976) mengatakan bahwa tugas aparatur sebagai
pelayan harus lebih diutamakan terutama yang berkaitan dengan mendahulukan
kepentingan umum, mempermudah urusan masyarakat, mempersingkat waktu proses
pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan publik.
Berdasarkan
studi yang dilakukan LAN Sulsel (1997) menunjukkan bahwa pelayanan aparat
birokrat terhadap masyarakat/ dunia usaha masih menimbulkan ekonomi biaya
tinggi (high cost economy). Hal ini dapat dilihat dari terdapatnya 4.396 jenis pungutan
yang dilakukan aparatur mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. Dari
jumlah pungutan tersebut, sekitar 27% dari total biaya produksi dialokasikan
untuk memperoleh pelayanan aparatur. Hal ini menunjukkan birokrat menjadi
penghambat bagi tumbuhnya daya asing masyarakat itu sendiri.
Tjokroamidjojo
(1988) mengidentifikasi ada empat faktor besar yang menghambat efisiensi
administrasi negara (birokrasi), yaitu : (1) kecenderungan membengkaknya
birokrasi baik dalam arti struktur maupun luasnya campur tangan terhadap
kehidupan masyarakat, (2) lemahnya kemampuan manajemen pembangunan baik dalam
perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan pengawasan, dan (3) rendahnya
produktivitas pegawai negeri. Sementara Siagian (1987), mengidentifikasikan ada
tiga jenis kelemahan yang melekat pada pegawai negeri (birokrat) kita, adalah
(1) kemampuan manajerial, yaitu kurangnya kemampuan memimpin, menggerakkan bawahan,
melakukan koordinasi dan mengambila keputusan, (2) kemampuan teknis, yaitu
kurangnya kemampuan untuk secara terampil melakukan tugas-tugas, baik yang
bersifat rutin, maupun yang bersifat pembangunan, dan (3) kemampuan teknologis,
yaitu kurangnya kemampuan untuk memanfaatkan hasil-hasil penemuan teknologi
dalam pelaksanaan tugas.
Penelitian LAN
Perwakilan Sulawesi Selatan (2000) tentang tingkat kemampuan tenaga perencana
Pembangunan di Kawasan Timur Indonesia menunjukkan bahwa kemampuan tenaga
perencana pembangunan masih rendah. Hal ini disebabkan karena kurangnya iklim
organisasi yang mendukung berkembangnya kemampuan pegawai, tak ada kebijakan
tentang jabatan fungsional perencana dan rendahnya penghargaan pemerintah
terhadap jabatan tersebut sehingga motivasi tenaga perencana untuk
mengembangkan diri masih rendah. Studi lain adalah yang dilakukan oleh
Universitas Gadjah Mada di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa profesionalisme
pegawai rendah, baik dilihat dari tingkat pendidikan, pengalaman,
produktivitas kerja, ataupun disiplin kerja terbukti rendah (PPK-UGM,
1991/1992:2). Penelitian yang sama oleh FISIPOL-UGM pada kantor Bappeda di Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Lombok menemukan bahwa penampilan
Bappeda sangat dipengaruhi oleh para aparatnya dalam menjalankan fungsi-fungsi
perencanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi; juga oleh tingkat
profesionalisme pegawai, organisasi dan mutu kepemimpinan dalam lembaganya
(FISIPOL-UGM, 1991:4).
Studi empiris
lain yang berkaitan dengan kinerja organisasi pemerintah dilihat dari
pendekatan proses misalnya penelitian yang dilakukan oleh Baddu (1994), suatu
analisis tentang prestasi kerja dan hubungannya dengan kepuasaan dan semangat
kerja pada Kantor Setwilda Tk. I Sul-Sel, penelitian yang dilakukan oleh
Thahir, M.M. (1997), suatu analisis tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kepuasan kerja pegawai pada kantor Kopertis Wilayah IX Ujung Pandang.
Beberapa
penelitian empiris di atas baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang
dilakukan oleh kalangan akademik menunjukkan bahwa penelitian tentang kinerja
birokrasi pemerintah dilihat dari sudut pendekatan proses masih bersifat
parsial, yaitu hanya berkaitan dengan analisis pada tingkat individu pegawai,
tetapi belum melihat secara komprehensif dari sudut kinerja birokrasi
pemerintah secara keseluruhan.
Semua ini
menunjukkan bahwa kerja birokrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik masih
memerlukan kajian yang mendalam dan sungguh-sungguh sehingga peran birokrasi
sebagai instrumen masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dapat diwujudkan.
Kasus pelayanan Kartu Tanda
Kependudukan (KTP) yang dilakukan
oleh pemerintah kabupaten khususnya di Kabupaten Sumba barat Daya, menarik dikaji
terutama yang berkaitan dengan perumusan kebijakan, implementasi, pengendalian
dan evaluasi melibatkan birokrat daerah (lokal). Disamping itu pula pelayanan KTP ini menyentuh
kebutuhan seluruh masyarakat.
Penelitian ini
diarahkan untuk mengevaluasi dan menjelaskan fenomena kinerja birokrasi
pemerintah kasus pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat
Daya dengan menggunakan pendekatan proses (internal process approach),
terutama memahami dan menjelaskan fenomena dalam hal efisiensi pelayanan,
kerja, kerjasama tim, dan hubungan pimpinan dengan bawahan. Variabel kinerja
ini penting diteliti karena didasarkan atas alasan bahwa kinerja output yang
diberikan kepada lingkungan akan sangat tergantung pada tinggi rendahnya
kinerja proses. Hal ini berarti organisasi birokrasi pemerintah tak dapat meningkat
kebertanggungjawabannya (accountability), kepercayaan, menciptakan keadilan,
efektivitas eksternal dan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja
eksternalnya tanpa memiliki kinerja internal yang baik.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti
tentang bagaimana kinerja birokrasi
pemerintah secara langsung di lapangan yang meliputi
tahapan-tahapannya,manfaat,permasalahan dan hasil yang di peroleh oleh
masyarakat. Oleh karena itu penulis mengangkatnya ke dalam sebuah penelitian
yang berjudul “Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah Di Dinas Kependudukan Dan
Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya”.
B.Rumusan Masalah
Sebelum penulis
merumuskan suatu permasalahan terlebih
dahulu penulis akan menguraikan pengertian dari masalah itu sendiri.
Menurut
Sutrisno Hadi ( 1973 : 3 ) “Masalah adalah kejadian yang menimbulkan pertanyaan
kenapa dan kenapa”
Sedangkan Menurut
Pariata Westra (1981 : 263 ) bahwa “Suatu masalah yang terjadi apabila
seseorang berusaha mencoba suatu tujuan atau percobaannya yang pertama untuk
mencapai tujuan itu hingga berhasil”
Uraian pendapat tersebut di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa masalah adalah suatu aktivitas yang menggerakkan manusia
untuk memecahkannya, di mana yang dipecahkan itu merupakan jawaban dari
kesulitan yang dihadapi. Kita mengetahui bahwa setiap aktivitas yang dilakukan
oleh manusia pasti ada hambatan dan rintangan, hendaknya kita berusaha untuk
mencari jalan keluar dengan cara memecahkan kesulitan atau masalah yang sedang
kita hadapi. Jika permasalahan itu sudah di pecahkan, maka tujuan yang
diinginkan akan tercapai.
Dari uraian
tersebut,maka penulis akan merumuskan
permasalahan yang dihadapi sebagai
berikut:
1.
Bagaimana kinerja birokrasi pemerintah
khususnya berkaitan dengan efesiensi organisasi, kerjasama tim, dan hubungan
pimpinan dengan bawahan pada Dinas
Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya?
2.
Faktor apa yang mendukung dan
menghambat kinerja birokrasi pemerintah khususnya berkaitan dengan efesiensi
pelayanan, kerjasama tim, dan hubungan pimpinan dengan bawahan pada Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil
Kabupaten Sumba Barat Daya?
C.Tujuan dan Kegunaan Kenelitian
1. Tujuan
a. Untuk
mengetahui kinerja birokrasi pemerintahan khususnya berkaitan dengan efesiensi
organisasi, kerjasama tim, dan hubungan pimpinan dengan bawahan pada Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba barat Daya.
b.
Untuk mengetahuai faktor yang mendukung
dan menghambat kinerja birokrasi pemerintah khususnya berkaitan dengan
efesiensi pelayanan, kerjasama tim, dan hubungan pimpinan dengan bawahan kasus
pada Dinas kependudukan
dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba barat Daya.
2.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang di dapat dengan adanya
penelitian ini sebagai berikut:
- Secara akademik; sebagai bahan informasi bagi
peneliti lain yang mengkaji kinerja birokrasi pemerintah pada masa yang
akan datang .
- Secara metodologi; penelitian ini memperkaya
indikator pengukuran tentang kinerja birokrasi pemerintah khususnya
dilihat dalam sudut pandang pendekatan proses.
- Secara praktis; penelitian ini dapat menjadi bahan
untuk evaluasi kinerja instansi Pemerintah khususnya Dinas kependudukan
dan catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya dalam
menyempurnakan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik pada masa yang akan datang.
D. TINJAUAN TEORITIS
Tinjauan teoritis di maksudkan untuk memberikan
dasar-dasar teori dan pencarian konsep-konsep tentang variabel-variabel yang
menjadi pusat penelitian. Sebagaimana telah disebutkan dalam permasalahan di
atas,maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dinas kependudukan dan
catatan sipil Kabupaten sumba barat daya untuk Analisis Kinerja Birokrasi
Pemerintah sebagai variabel tunggal.
1.
Pengertian
Analisis.
Menurut Syahrul & Mohammad Afdi Nizar analisis berarti melakukan evaluasi terhadap
kondisi dari pos-pos atau ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan
alasan-alasan yang memungkinkan tentang perbedaan yang muncul.
Menurut Komaruddin (1990:2)Analisis adalah kegiatan
berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat
mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi
masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpadu.
Sedangkan dalam kamus besar Ekonomi ,Analisis yaitu melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau
ayat-ayat yang berkaitan dengan akuntansi dan alasan-alasan yang memungkinkan
tentang perbedaan yang muncul
2. Pengertian Kinerja.
Secara
etimologi, kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi yang
diperlihatkan, kemampuan kerja. Dalam Dictionary Contemporary English
Indonesia, istilah kinerja digunakan bila seseorang menjalankan suatu proses
dengan terampil sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.
Menurut
Gomes (1999 : 159-160), kinerja sering dihubungkan dengan tingkat produktivitas
yang menunjukkan resiko input dan output dalam organisasi.
Sementara
menurut Sedarmayanti (2001:50) bahwa: “Kinerja merupakan terjemahan dari
performance yang berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja,
unjuk kerja atau penampilan kerja”.
Ada
juga yang memberikan pengertian kinerja sebagai pelaksanaan suatu fungsi,
seperti yang dikemukakan oleh Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.
Menurut Bernaden dan Russel, sebagaimana dikutip oleh Gomes,
Faustino Cardoso (2000). Kinerja
diartikan sebagai :”Cacatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan
tertentu atau kegiatan karyawan selama suatu periode waktu tertentu.”
3.
Pengertian
Birokrasi
Secara istilah, asal mula kata
birokrasi adalah bureau yang artinya "kantor" dan cracyyang artinya "pemerintahan".
Istilah birokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Max weber, seorang ahli sosiologi Jerman..
Birokrasi yang dalam bahasa
Inggris disebut bureaucracy berasal dari dua kata yaitu “bureau”
yang artinya meja dan “ cratein” berarti kekuasaan. Jadi, maksudnya
kekuasaan yang berada pada orang-orang yang ada di belakang meja (Raha, 2014).
Menurut Rourke (1978) dalam Azhari (2011:59), mengungkapkan bahwa birokrasi
adalah sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang terstruktur,
dalam sistem hierarki yang jelas, dilakukan dengan aturan tertulis, dan
dijalankan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh
orang-orang yang dipilih berdasarkan kemampuan dan keahlian di bidangnya.
Sedangkan menurut Setiyono (2012:15), birokrasi dapat dipahami secara simpel
sebagai aparatur negara, secara praktis, pengertian ini masih sering
menimbulkan kontroversi. Pada konsepsi yang paling luas, birokrasi sering
disebut sebagai badan/sektor pemerintah, atau dalam konsepsi bahasa Inggris
disebut public sector, atau juga public service atau public
administration. Konsepsi itu mencakup institusi atau orang yang
penghasilannya berasal secara langsung dari uang Negara atau rakyat yang
biasanya tercantum dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
Menurut Kumorotomo,
(2009:74).Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk
mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengoordinasi secara
sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang.
Weber dalam Ali
(2012:148), mengatakan bahwa birokrasi itu pada hakikatnya mengandung makna
pengorganisasian yang tertib, tertata dan teratur dalam hubungan kerja yang
berjenjang serta mempunyai prosedur dalam suatu tatanan organisasi.
Lebih lanjut Kristiadi dalam
Pasolong (2011:67), mengatakan bahwa birokrasi adalah merupakan struktur
organisasi di sektor pemerintah, yang memiliki ruang lingkup tugas-tugas yang
sangat luas serta memerlukan organisasi besar dengan sumber daya manusia yang
besar pula jumlahnya.
Dalam hal ini birokrasi dapat
diartikan organisasi pemerintahan, melalui kantor-kantor yang dibentuknya
sehingga pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahan. Namun, selain
organisasi pemerintah, birokrasi juga dapat diterapkan pada organisasi non
pemerintah.
4.
Pengertian
Pemerintah
Menurut
Apter (1965:84),Pemerintah itu merupakan suatu
anggota yang paling umum yang memiliki tanggungjawab tertentu untuk
mempertahankan sistem yang mencakupnya, itu adalah bagian dan monopoli praktis
mengenai kekuasaan paksaan.
Menurut
Wilson (1903:572),Pemerintah dalam akhir uraiannya
adalah suatu pengorganisasi kekuatan, idak selalu berhubungan dengan organisasi
kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian
banyak kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan
maksud dan tujuan bersama mereka, dengan hal-hal yang memberikan bagi
urusan-urusan umum kemasyarakatan.
E. Defenisi
Konsepsional
Definisi
konsepsional di susun dengan maksusd untuk dapat memberikan penegasan atau batas bahwa pengertian dari masing-masing variabel penelitian adalah
seperti yang di ungkapkan disini.
Dengan demikian
definisi konsepsional dari variabel
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Kinerja.
Kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dapat dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Kinerja menurut Bambang Kusriyanto dalam A.A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2005: 9) adalah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Faustino Cardosa Gomes
dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara, (2005: 9) mengemukakan definisi kinerja sebagai
ungkapan seperti output, efisiensi serta
efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas.
Menurut Murphy dan Clevelend (dalam Pasolong,
2011:175), mengatakan bahwa kinerja adalah kualitas perilaku yang berorientasi
pada tugas atau pekerjaan. Sedangkan menurut Parmenter (2010:5), kinerja adalah
melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya
dengan hasil seperti yang diharapkan.
2.
Birokrasi.
Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern yang
kehadirannya tak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk menyelenggarakan
kesejahteraan masyarakat (social
welfare).
Farel Heady (1989),Birokrasi adalah
struktur tertentu yang memiliki karakteristik tertentu: hierarki, diferensiasi
dan kualifikasi atau kompetensi. Hierarkhi bekaitan dengan struktur jabatan
yang mengakibatkan perbedaan tugas dan wewenang antar anggota organisasi.
Diferensisasi yang dimaksud adalah perbedaan tugas dan wewenang antar anggota
organisasi birokrasi dalam mencapai tujuan. Sedangkan kualifikasi atau
kompetensi maksudnya adalah seorang birokrat hendaknya orang yang memiliki
kualifikasi atau kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan
wewenangnya secara profesional. Dalam hal ini seorang birokrat bukanlah orang
yang tidak tahu menahu tentang tugas dan wewenangnya, melainkan orang yang
sangat profesional dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tersebut.
3. Pemerintah.
Pemerintah adalah sistem
menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan
politik suatu negara atau bagian-bagiannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemerintah merupakan sebuah organisasi yang memiliki tugas dan fungsi untuk
mengelola sistem pemerintah dan menetapkan kebijakan untuk mecapai tujuan
negara.
4. Kinerja
Birokrasi Pemerintah.
Kinerja
Birokrasi Pemerintah Sebagaimana diuraikan di depan bahwa bahasan tentang
birokrasi yang dimaksud adalah birokrasi pemerintah, sedangkan kinerja atau
performance yang dimaksud adalah kinerja individu, kelompok dan institusi.
Kinerja individu dapat dilihat dari ketrampilannya, kecakapan praktisnya,
kompetensinya, pengetahuannya, informasinya, kebijakannya, kreativitasnya,
moralitasnya dan Iain-lain. Kinerja kelompok dilihat dari aspek kerja samanya,
keutuhannya, kedisiplinannya, legalitasnya dan Iainlain. Sedangkan kinerja
institusi dapat dilihat dari hubungannya dengan institusi lain,
fleksibilitasnya, adaptabilitasnya, pemecahan konflik dan Iainlain." Selanjutnya
Lembaga Administrasi Negara (LAN), merumuskan bahwa yang dimaksud dengan
kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/
program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi.12 Negara pada hakekatnya sebagai suatu organisasi. Dalam
pengertiannya sebagai suatu organisasi, maka didalamnya terkandung adanya
aktivitas penyelenggaraan atau dengan kata lain kegiatan administrasi.
Administrasi lekat sebagai sebuah piranti lunak dari penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan bermacam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.13 Mesin
administrasi pemerintah dijalankan di atas aturan dan hukum. Tanpa aturan atau
hukum administrasi pemerintah tidak mampu menunjukkan kinerja yang efektif dan
bersih. Jika administrasi publik dikerjakan di luar tatanan aturan formal, maka
administrasi pemerintah tidak lagi bisa menjamin terselenggaranya kinerja yang
bersih. Dengan hukum dan peraruran administrasi, pemerintah melakukan
impersonalitas terhadap bermacam-macam kepentingan orang-orang yang diatur dan
dilayani." Kegiatan tersebut dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah
dari suatu negara dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan negara. Keberhasilan
dalam mencapai tujuan tersebut akan sangat tergantung pada fungsi, peran,
kemampuan dan kinerja aparatur pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Menurut Denhard, sebagaimana dikutip Tamin, kinerja birokrasi memiliki acuan
tugas :
1. Komitmen
terhadap nilai-nilai sosial politik yang telah disepakati bersama (publicly
defined societal values) dan tujuan publik (public purpose).
2. Implementasi
nilai-nilai sosial politik yang berdasarkan etika dalam tatanan manajemen
publik (provide an ethical basis of public management).
3. Realisasi
nilai-nilai sosial politik (exercising social political values).
4. Penekanan
pada pekerjaan kebijakan publik dalam rangka pelaksanaan mandat pemerintah
(emphasis on public policy in carrying out mandate of government).
5. Keterlibatan
dalam pelayanan publik (involvement overall quality of public services).
6. Bekerja dalam rangka penanganan kepentingan
umum (operate in public interest).
F. Definisi Operasional.
Definisi
operasional merupakan penjabaran sifat-sifat yang diamati atau indikator dari
masing-masing variabel penelitian yang telah didefinisikan. Adapun definisi
operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kinerja Birokrasi
Pemerintah dapat di ukur dari :
1.
Produktivitas.
Karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang
muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya
individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
2.
Kualitas layanan.
Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai
organisasi publik, muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas
layanaan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan dari
masyarakat bisa mejadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik.
3.
Responsivitas.
Kemampuan organisasi untuk mengenali dan memenuhi
kebutuhan masyarakat. Responsivitas perlu dimasukkan ke dalam indikator kinerja
karena menggambarkan secara langsung kemampuan organisasi pemerintah dalam
menjalankan misi dan tujuannya.
4.
Responsibilitas.
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan
kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang
eksplisit maupun implisit.
5.
Akuntabilitas.
Akuntabilitas publik menunjukkan pada berapa besar
kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada pejabat politik yang
dipilih oleh rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat
digunakan untuk melihat berapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik
itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.
G.
Perincian Data Yang Di Butuhkan
Untuk mendukung penelitian ini agar bernilai ilmiah,maka
di perlukan data-data yang memadai.Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sebagaimana yang dikutip
oleh Lexi J. Moleong bahwa sumber data utama
dalam penelitian kualitatif
ialah
kata-kata dan tindakan
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Dimana
data hasil penelitian didapatkan melalui
dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder.
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian
ini meliputi :
1.
Data
Primer
Data primer adalah data yang di peroleh
dan di catat secara langsung atas tanggapan-tanggapan yang di berikan
oleh para responden yang mencakup Analisis Kinerja Birokrasi Pemerintah Di
Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Sumba Barat Daya
2.
Data
Sekunder
Data sekunder adalah data yang di peroleh atau dikumpulkan oleh pihak
lain.Data ini difungsikan sebagai data tambahan yang menunjang fokus
penelitian, yang sepenuhnya berupa sumber-sumber tertulis, buku-buku dan
sebagainya.
H. Metode
Penelitian
Suatu penelitian dikatakan ilmiah bila didukung oleh
bukti-bukti yang kongkrit tentang kebenaran ilmu pengetahuan yang tertulis.
Suatu penelitian ilmiah hendaknya didukung oleh metode karena merupakan cara
yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian,dengan demikian dapat dikatakan
bahwa metode penelitian adalah cara yang dipakai secara teratur mengadakan
suatu pemeriksaan yang teliti dalam mengumpulkan data untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Hidayat
(1990:60) kata metode berasal dari bahasa yunani, methodos yang berarti jalan
atau cara. Jalan atau cara yang dimaksud disini adalah sebuah upaya atau usaha
dalam meraih sesuatu yang diinginkan.”
Heri Rahyubi (2012:
236) mengartikan “metode adalah suatu model cara yang dapat dilakukan untuk
menggelar aktivitas belajar-mengajar agar berjalan dengan baik”.
Hamid Darmadi (2010:
42) berpendapat bahwa “metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk
mencapai suatu tujuan”.
Sedangkan menurut Sri
Anitah dan Yetti Supriyati (2008: 4.3) “metode adalah suatu cara yang teratur
atau yang telah dipikirkan secara mendalam untuk digunakan dalam mencapai
sesuatu”.
Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa metode penelitian
merupakan suatu yang mutlak harus ada dalam penelitian. Langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Teknik
penentuan populasi dan sample
a.
Populasi
Sebelum proses pengumpulan data, terlibeh dahulu harus diketahui jumlah
populasi yang menjadi objek sasaran penelitian.Populasi adalah seluruh objek
dan seluruh individu atau seluruh gejala dan seluruh kejadian dan seluruh unit
yang akan diteliti (Rony Hanitijo,1990:44).
Sugiyono (1997 : 57) memberikan pengertian bahwa : “Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.
Nawawi
(1985 :141) menyebutkan bahwa, “ populasi adalah totalitas semua nilai yang
mungkin, baik hasil menghitung ataupun pengukuran kuantitatif maupun kualitatif
daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap. “
Riduwan
dan tita lestari (1997:3) mengatakan bahwa “populasi adalah keseluruhan dari
karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian.”
Sedangkan
menurut Sugiyono ( 2009:90 ),dalam buku yang berjudul metode penelitian
administrasi,populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk di pelajari an kemudian ditarik kesimpulan.
Berdasarkan pada
pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek
yang akan dijadikan analisis sesuai dengan topik yang dibahas. Populasi yang
akan diambil dari penelitian ini adalah :
a.
Pimpinan
Kantor Dinas Kependudukan dan catatan sipil :
1 Orang
b.
Kepala
bidang : 1 Orang
c.
Pengawai
bagian operator :
3 Orang
d.
Masyarakat :
10 Orang
b.
Sampel.
Sedangkan yang dimaksud
sample Menurut Sugiyono,(2009:91) dalam Buku Metode Penelitian Administrasi,
mengatakan bahwa :’’ Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang di
miliki oleh populasi tersebut.” Dan berdasarkan pendapat Arikunto (2002:109),
“sample adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Jadi secara umum
sample adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat,bentuk dan ciri yang
menggambarkan populasi secara keseluruhan sehingga populasi dapat terwakili
atau representatif.
Suharsimi Arikunto (1998 :117)
mengatakan bahwa :’sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil
populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang
diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.
Jadi, dapat di katakan sampel dalam penelitian ini adalah bagian-bagian
dari populasi yang di pilih sedemikian rupa sebagai objek penelitian.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
a)
Teknik
Observasi.
b)
Dalam
metode ini pengamatan dan pencatatan dilakukan dengan sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang di teliti baik itu pengamatan secara langsung maupun
secara tidak langsung.
c)
Teknik
Kuisioner
Teknik yang
dipergunakan untuk mendapatkan data-data informasi dengan jalan menyebarkan
kuisioner kepada responden.
d)
Wawancara.
Wawancara adalah
teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan
suatu tujuan. Adapun dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dan
singkat kepada pengawai Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil serta yang terkait
dalam Kinerja Birokrasi
Pemerintah.
e)
Teknik
Dokumentasi
Teknik dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data yang menitikberatkan kepada pengamatan dan
pencatatan tentang data yang tertera pada barang-barang tertulis seperti
laporan-laporan, keputusan-keputusan,catatan-catatan, dokumentasi dan lain-lain
yang berkaitan dan sangat dibutuhkan dalam membantu pemecahan masalah.
3.
Teknik
Analisis Data
Teknik dan prosedur
analisis data
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif,
dimana yang dimaksud dengan teknik analisa data kualitatif yaitu:analisis data
yang terdiri dari tiga alur kegiatan secara simultan yang terdiri reduksi
data,penyajian data dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi data.
Untuk lebih jelasnya akan diuraikan melalui
tiga alur yang di pergunakan dalam analisis data kualitatif tersebut yaitu
sebagai berikut:
a)
Reduksi
Data.
Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini
peneliti melakukan pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan,
abstraksi, dan transformasi data kasar yang diperoleh.
b)
Penyajian
data.
Penyajian data (data display). Peneliti
mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim digunakan
pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif.
c)
Penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion
drawing and verification).
Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan
melakukan verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari
lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur
kausalitas dari fenomena, dan proposisi.
Komentar
Posting Komentar