PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA DI NEGARA INDONESIA ,AMERIKA SERIKAT,DAN JEPANG

“Ketika masa-masa sulit, anda akan tahu siapa teman anda yang sebenarnya.”


BAB I
PENDAHULUAN


1.1.Latar Belakang

A.    Sistem Administrasi Negara

Administrasi Negara, dilihat dari segi Analisa Sistem, Sistem adalah merupakan kebulatan dari bagian yang saling bergantung. Sistem terdiri dari gugus-gugus komponen yang bekerja sama untuk kepentingan tujuan sebagai suatu keseluruhan Sistem adalah kompleks unsur-unsur yang saling berinteraksi.Komponen-komponen (unsur) dalam Administrasi Negara dilihat dari Analisa Sistem :

1.          Lingkungan

Lingkungan mencakup berbagai macam gejala (sosial, eonomi, politik, budaya, hankam)Gejala adalah masalah yang dapat digunakan oleh pemerintah (Adm. Negara) di dalam membuat suatu kebijaksanaan. Gejala tersebut mungkin dapat mempercepat (membantu) atau menghambat (menghalangi) pemerintahan (Adm Negara) di dalam membuat suatu keputusan.Lingkungan terdiri dari :
a.       Langganan ( Siapa saja yang mendapatkan pelayanan barang dan jasa )
b.      Pasar ( yang menentukan biaya dari barang dan jasa yang akan dikomunikasikan )
c.       Golongan kepentingan ( anggota masyarakat dan pejabat pemerintah, baik yang mendukungmaupun yang menolak kebijakan pemerintah )
d.      Badan badan lain yang menjadi konsumen daripada kebijaksanaan 




2.Input dari lingkungan

Input dapat dikatakan sebagai suatu transmisi yang dikirim dari lingkungan ke dalam proses  konversi Input dapat berupa :Tuntutan :
1.      Masyarakat menuntut barang-barang dan jasa-jasa dari negara untuk mereka konsumsikan.Contoh : pendidikan; kesehatan; rekreasi; keamanan; dll.
2.      Masyarakat menuntut pengaturan perilaku pihak-pihak lain. Contoh : perilaku dari alat-alatnegara.
3.      Masyarakat dapat menuntut kebebasan kebebasan dalam rangka melakukan kegiatan-kegiataspiritual. Contoh : ibadah; merayakan hari besar agama.

Suatu tuntutan pada hakekatnya adalah analitis, tidak harus melukiskan sifat interaksi antararakyat engan administrator; suatu tuntutan dapat berbentuk permintaan bukti akan suatu jasa.Sumber-sumber kekayaan :Sumber daya manusia, Kekayaan alam/sumber daya alam, Skill, Teknologi, Uang/keuangan, Metode-metode Dukungan, oposisi/sifat masa bodoh :Kewajiban membayar pajak Kesediaan penerimaan pengaturan perilaku yang dibuat oleh pemerintahBagaimana sikap masyarakat terhadap perilaku administrator (mendukung atau menolak ) Saluran input kedalam proses konversi ini tidak saja berasal dari sektor swasta, namun jugaberasal dari badan-badan pemerintah yang lain : lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembagayudikatif. Input dapat berupa Undang-undang; instruksi-instruksi; peraturan pemerintah;penilaian kepala eksekutif; penilaian hakim; dsb 

3.      Konversi

Yang berfungsi sebagai pelaku kegiatan-kegiatan administratif dalam proses ini adalah : unit-unit administratif yang dilaksanakan oleh para administrator.Bekerja dipengaruhi oleh : input; keadaan dan susunan organisasi dari proses konversi yang bersangkutan, untuk 1. pengambilan keputusan, 2. pelaksanaan keputusan, 3. pengendalian, 4.tindakan. Dengan melibatkan personil yang bekerja atas dasar
a.       Struktur organisasi yang ada,
b.      Prosedur yang telah ditetapkan,
c.       Keahlian, pengalaman pribadi dan kecenderungan yang dimiliki,
d.      Cara-cara yang telah ditetapkan bagi para administrator dalam melakukan pengawasan terhadap bawahan.

4.         Outputs
Yang dihasilkan oleh administrasi negara dapat berupa barang dan jasa seperti diinginkan masyarakat, pengaturan berbagai macam perilaku, penyampaian informasi, dll( Perwujudan dari tuntutan-tuntutan atau keinginan-keingainan; baik masyarakat, maupun cabangpemerintahan yang lain.

5.         Feed back 
Mengambarkan pengaruh dari outputs terdahulu yang telah dinilai oleh konsumen(cocok/kurang cocok/tidak cocok) dengan harapan untuk dijadikan inputs baru dalam konversi berikutnya. Untuk menghasilkan output baru yang lebih sesuai.Mekanisme umpan balik ini merupakan bukti berkelanjutannya interaksi antara para administrator dengan sumber-sumber masukan dan konsumen/pemakai output mereka.Mekanisme ini juga menunjukkan bahwa proses selalu dinamis dan sirkuler.Definisi kerja dari Sistem Administrasi Negara :Suatu proses dinamik yang berkelanjutan dan bersifat sirkuler, dimana masukan diubah menjadikeluaran, yang selanjutnya keluaran akan menjadi umpan balik sebagai masukan baru bagipengubahan baru untuk menghasilkan keluaran baru, dalam rangka mewujudkan kebijakanpemerintah/Negara. 

B.      Obyek Hukum Administrasi Negara
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan pengertiantersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yangakan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegangjabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara.Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam. Maksud dari istilah´negara dalam keadaan bergerak´ adalah bahwa negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telahmelaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ´negara dalamkeadaan diam´ berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berartibahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasandiatas dapat diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara.

1.      SISTEM ADMINISTRASI NEGARA DI INDONESIA

a.      Sistem Adminsitrasi Negara Republik  Indonesia

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) secara luas memiliki arti Sistem Penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit, SANRI adalah idiil Pancasila, Konstitusional – UUD 1945, operasional RPMJ Nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia secara simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis, demografi, kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Dalam rangka pencapaian tujuan negara dan pelaksanaan tugas negara diselenggarakan fungsi-fungsi negara yang masing-masing dilaksanakan oleh Lembaga Negara yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dengan amandemennya.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara merupakan bagian integral dari sistem Penyelenggaraan negara. Operasionalisasi dari semua ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945 merupakan bagian yang sangat dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Agar pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk mencegah timbulnya tumpang tindih, pembentukan, kesimpangsiuran dan atau kekacauan, oleh karena itu koordinasi antar kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan mulai dari proses perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pengawasan, dan pengendaliannya.
Sistem administrasi negara pada dasarnya mengandung unsur-unsur tertentu seperti lazimnya suatu sistem, yaitu: Pertama, Nilai, yang mencakup landasan, falsafah, cita-cita dan tujuan negara; Kedua, Struktur, yang menggambarkan keberhasilan lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintah dengan kewenangan masing-masing. Ketiga, Proses, yang berupa kegiatan dan saling hubungan antara lembaga – lembaga yang ada dalam negara dalam mewujudkan tujuan berbangsa yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan organisasi dan tuntutan seluruh rakyat sebagai pemilik keseluruhan negara.
Sistem Administrasi Negara di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Sistem Administrasi Negara Perancis melalui Belanda. SANRI berpangkal pada UUD 1945, dimana dalam UUD tsb tidak dinyatakan dengan istilah Sistem Administrasi Negara, tetapi dinyatakan dengan Sistem Pemerintahan Negara. Tertuang dalam 7 (tujuh) kunci pokok Sistem Pemerintahan Negara, yaitu :
Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat). Para penyelenggara pemerintah dalam melakukan tugasnya harus berdasarkan hukum/peraturan, dan harus dapat dipertanggungjawabkan secra hukum. Dalam melaksanakan tugasnya, penyelenggara/pelaksana Administrasi Negara tidak diperkenankan melakukan tugas hanya atas dasar kekuasan yang dimilikinya; sehingga atas dasar ketentuan tersebut para penyelenggara Adminitrasi Negara dalam menjalankan tugas tidak bertindak semena-mena.
Sistem Konstitusional. Sistem Administrasi Negara yang dilaksanakan harus berdasarkan konstitusi/hukum dasar, dan tidak berdasar pada sifat absolut/kekuasaan yang tidak terbatas. Hal ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 sbb: “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu UUD Negara Indonesia”. Pasal 4 ayat 1: Presiden RI memegang kekuasan menurut UUD. Pasal 9 : tentang sumpah Presiden/Wakil Presiden disebutkan antara lain :.. memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti pada nusa dan bangsa. Dengan demikian penyelengaraan Sistem Administrasi Negara di Indonesia itu dibatasi oleh UUD 1945. Dengan berdasar pada Sistem Negara Hukum dan Sistem Konstitusional, maka akan diciptakan mekanisme hubungan, tugas/pekerjaan dan hubungan hukum antara para penyelenggara Administrasi Negara, sehinga dapat menjamin terlaksanakannya sistem itu sendiri, menjamin dan memperlancar pelaksanaan pencapaian tujuan negara.
Kekuasan Negara yang tertingi ditangan MPR. Disini MPR menunjuk Presiden sebagai mandataris MPR untuk menjalankan tugas MPR. Namun masih ada tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban dari MPR yang tidak boleh diserahkan pelaksanaannya kepada Presiden; karena hal itu harus dilakukan sendiri oleh MPR. Tugas itu adalah: membuat UUD dan GBHN; mengangkat Presiden dan wakilnya; dan mengubah UUD. Untuk tugas-tugas bidang lain, selain 3 tugas tersebut, apabila MPR tidak dapat melaksanakan sendiri dapat diserahkan pada Presiden selaku mandataris MPR. Contoh, pada pelaksanaan GBHN, dan pelaksanan Pembangunan Nasional.
Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi dibawah MPR. Pernyataan ini erat kaitannya dengan pernyataan “kekuasn negara yang tertinggi di tangan MPR” diatas. Dijelaskan bahwa di bawah MPR, Presiden adalah penyelengara pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan Presiden.
Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR. Presiden harus mendapat mendapat persetujuan DPR untuk membentuk UU dan menetapkan APBN. Dengan demikian Prersiden harus bekerjasama dengan DPR; tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR; artinya kedudukan Presiden tidak tergantung DPR. Presiden tidak dapt membubarkan DPR dan sebaliknya DPR tidak bisa menjatuhkan Presiden. (Lihat juga ketentuan pada pasal 5 ayat ; 20 ayat 1; yang menunjukkan keharusan adanya kerjasama Presiden dengan DPR).
Menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri negara tidak bertanggunga jawab kepada DPR, pada pasal 17 ayat 1 menyatakan bahwa di dalam menjalankan tugas sehari-hari, presiden sebagai kepala pemerintahan dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri negara bukan pegawai tinggi biasa, karena dengan pimpinan Presiden, dalam kenyatannya menteri-menteri tersebut menjalankan kekuasan pemerintah di bidangnya masing-masing (Kabinet Presidensiil).
Kekuasaan negara tidak tak terbatas. Kepala negara walaupun tidak bertanggung jawab pada DPR, ia bukan diktator. Dengan adanya suatu pengawasan, maka ada suatu mekanisme/sarana sebagai pencegahan preventif agar pelaksanaan konstitusi tidak menjurus ke absolutisme. Sebagai realisasi dari pengawasan DPR, maka DPR memiliki beberapa hak, yaitu : Hak bertanya pada pemerintah; Hak meminta keterangan atau interpelasi; Hak untuk mengadakan penyelidikan atau angket; Hak untuk mengubah UU atau amandemen; Hak inisiatif; dan Hak menampung keluhan masyarakat.

b.      Sistem Pemerintahan Indonesia
Menurut UUD 1945, sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power( Trias Politica ) murni bagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power). Dikatakan demikian karena UUD 1945 :
1.      Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
2.      Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja.
3.      Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kapada lembaga-lembaga negara lainnya
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah :
a)           Bentuk negara adalah kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas
b)          Bentuk pemerintahan adalah republik dengan sistem presidensial.
c)           Pemegang kekuasaan eksekutif adalah presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
d)          Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan serta bertanggungjawab kepada presiden.
e)           Parlemen pemegang kekuasaan Eksekutif yang terdiri dari 2 kamar yaitu DPR dan DPD yang merupakan sekaligus anggota MPR.  Anggota DPR dipilih rakyat melalui pemilu dengan sitem proporsional terbuka,  DPD dipilih rakyat secara langsung melalui pemilu yang berasal dari masing-masing provinsi sejumlah 4 orang setiap provinsi dengan sistem pemilihan distrik perwakilan banyak.
f)           Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.

c.       Lembaga Negara di Indonesia beserta fungsi dan tugasnya
a.       MPR adalah penyelenggara Negara yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Tugas dari MPR adalah  Membentuk undang-undang ( Pasal 3 Ayat 1) dan menyelenggarakan pemeriksaan atas tanggungjawab keuangan dan kekayaan Negara yang digunakan oleh pemerintah. Fungsinya adalah Mengawasi pelaksanaan tugas pemerintah.
b.      DPR adalah lembaga Negara yang mempunyai kekuasaan legislatif. Tugasnya adalah Memberikan persetujuan dalam pembentukan undang-undang ( Pasal 20 ) dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang (Pasal 20A). fungsinya adalahMengawasi pelaksanaan tugas pemerintah
c.       DPD adalah perangkat kenegaraan yang menyeimbangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan rakyat. Tugasnya adalahMemberikan nasehat dan pertimbangan kepada Presiden dan fungsinya adalah Membantu Presiden dalam menjalankan pemerintahan.
d.      Presiden adalah seorang yang mempunyai kekuasaan eksekutif yang mempunyai wewenang menjalankan roda pemerintahan. Tugasnya adalah Membentuk UU dengan persetujuan DPR( Pasal 20 ayat 4 Amandemen I ), melaksanakan undang-undang yang dibuat MPR/DPD, dan menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang  ( Pasal 5 ayat 2 ). Fungsinya adalah Menjalankan pemerintahan sebagaimana yang diamanahkan dalam UUD 1945.
e.       Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga yudikatif yang independen. Tugasnya adalah Menguji Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dan memutuskan pembubaran partai politik. Fungsinya adalah Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan.
f.       Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan yang tertinggi. Tugasnya adalah Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi, memeriksa dan memeutuskan permohonan peninjauan kembali (PK). Fungsinya adalah Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelanggaraan peradilan, tingkah laku, dan perbuatan hakim, dan mengatur kelancaran penyelenggaraan Peradilan jika ada hal yang belum cukup diatur dalam UU No.4/1985 .
g.      Badan Pemeriksa Keunangan adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk memeriksa semua keuangan negara. Tugasnya adalah Memeriksa tanggungjawab pemerintah tentang keuangan dan kekayaan Negara dan memeriksa tanggungjawab semua APBN, APBD, anggaran BUMN dan anggaran BUMD berdasarkan atas ketentuan UU. Fungsinya adalah elaksanakan pengawasan atas tanaggungjawab keuangan Negara sesuai wewenangnya dalam UUD’45 dan memberikan pertimbangan kepada pemerintah tentang penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban keuangan Negara.
h.      Komisi Yudisial adalah lembaga independen yang mempunyai wewenang mengangkat dan mengurus citra para hakim. Tugasnya adalah Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Fungsinya adalah Mengusulkan pengangkatan hakim agung.
2.        SISTEM ADMINISTRASI NEGARA DI JEPANG

1.      Sistem Administrasi Negara jepang

Di antara beberapa tingkat dan jenis pemilihan yang ada di Jepang dewasa ini adalah pemilihan umum yang memilih anggota-anggota Majelis Rendah dari Diet Nasional. Selain pemilihan umum ini, di tingkat nasional terdapat beberapa jenis pemilihan lain: (1) pemilihan untuk keanggotaan Majelis Tinggi dari Diet Nasional, (2) referendum-referendum reguler untuk menentukan pejabat Mahkamah Agung, dan (3) referendum atau pemilihan khusus mengenai usul perubahan konstitusi, tetapi perubahan konstitusi belum pernah terjadi di Jepang di zaman sesudah perang itu. Di tingkat daerah, gubernur dan dewan provinsi, walikota, dewan kota, dan dewan desa dipilih melalui pemilihan tingkat daerah, dan di tingkat ini juga diciptakan jenis pemilihan atau referendum khusus untuk menangani masalah khusus.
Partai politik bukanlah barang baru di Jepang. Dalam bentuk-bentuk yang berbeda partai-partai itu telah ada sejak 1874. Asal-usul partai konservatif saat ini, Partai Demokrat Liberal (Jiyuminshuto), dapat ditelusuri kembali sampai pada awal 1880-an, dan Partai Sosialis Jepang (Nihon Shakaito) paling tidak sampai pada 1925. Dan Partai Komunis Jepang (Nihon Kyosanto) telah berdiri sejak 1922. Hanya status dan kekuatan partai-partai itulah yang berubah pada periode sesudah Perang Dunia II ini. Kalau sebelum Perang Dunia II keanggotaan dalam Majelis Rendah yang mereka perebutkan hanya memiliki kekuasaan politik yang sangat terbatas maka sejak 1947 keanggotaan dalam dewan itu sangat menentukan karena dewan itu merupakan sumber wewenang legislatif dan eksekutif dalam sistem pemerintahan yang baru. Dengan demikian berarti status dan peranan partai, yang merupakan isi dari dewan itu, mengalami kenaikan luar biasa. Juga sekaligus menunjukkan bahwa naik-turunnya status dan peranan partai ditentukan oleh naik-turunnya status dan peranan Majelis Rendah dalam Diet Nasional.
Bila kita melihat situasi kepartaian umumnya di Jepang, nampak beberapa cirinya yang utama. Pertama, tidak satu pun di antara partai-partai itu kecuali mungkin Komeito yang betul-betul merupakan organisasi massa. Kedua, partai-partai utama Demokrat Liberal dan Sosialis -merupakan partai yang tidak stabil dan secara internal tidak bersatu. Akhirnya, harus diperhatikan bahwa walaupun situasi kepartaian sejak 1955 memunculkan dua partai politik utama dan saling bersaing, Jepang tidak memiliki sistem dua-partai seperti yang dikenal di sistem Anglo-Sakson. Karena itu, sistem kepartaian Jepang ini lebih tepat disebut sebagai “sistem satu-setengah partai’, suatu situasi di mana Demokrat Liberal cenderung untuk tetap berkuasa memerintah Jepang, sedang Sosialis cenderung untuk tetap berperan sebagai opposan.
Struktur kelompok kepentingan di Jepang pada tahun 1960-an sudah mendekati jenis “modern”. Di antara kelompok-kelompok kepentingan pertanian yang terorganisasi secara nasional yang paling penting barangkali adalah Serikat Petani Jepang (Nichino), Federasi Perkumpulan Koperasi Pembelian Pertanian Nasional (Zenkoren), Federasi Koperasi Pemasaran Pertanian Nasional (Zenhanren), Federasi Koperasi Asuransi Pertanian (Kyosairen), dan Perkumpulan Kehutanan Jepang (Nichirinkyo). Jenis kelompok kepentingan lain yang bisa ditambahkan dalam daftar ini adalah perkumpulan daerah dan desa walaupun tidak khusus berciri pertanian: Perkumpulan Kota dan Desa (Zenkoku hosonkai) atau perkumpulan Nasional Ketua-Ketua Dewan Kota dan Dewa (Zenkoku Chosongikai Gichokai).
Tetapi, yang betul-betul berpengaruh besar adalah wakil-wakil organisasi usahawan dan organisasi buruh. Yang paling aktif secara politik di antara kelompok-kelompok usahawan adalah Federasi Organisasi Majikan Jepang (Nikkeiren) dan Liga politik Perusahaan Menengah dan Kecil Jepang (Chuseiren). Organisasi usahawan yang lain, seperti Federasi Organisasi-organisasi Ekonomi (Keidanren) dan Perkumpulan Manajemen Jepang (Doyukai), juga bergerak memperjuangkan kepentingan dunia usaha.
Ciri-ciri dan sifat-sifat kepemimpinan politik Jepang sesudah perang sangat sulit untuk dinilai. Tradisi maupun praktek kehidupan Jepang sedikit sekali menekankan pada “pemimpin-pemimpin” secara individual dan “kepemimpinan” dibanding dengan kultur Barat. Kecenderungan ini diperkuat oleh sifat multi-faksi dari kepemimpinan partai politiknya, dan besarnya peranan komite dan teknik-teknik, konsensus lainnya dalam pembuatan keputusan.
Suatu penelitian tentang penunjukan dari pembentukan kabinet-kabinet konservatif akhir-akhir ini akan menunjukkan pengaruh perang, kekalahan perang, dan pendudukan Amerika terhadap sifat kepemimpinan politik Jepang sesudah Perang Dunia II. Tokoh-tokoh militer dan wakil-wakil dari lingkungan istana dan aristokrat yang begitu kuat berpengaruh dalam kabinet sebelum perang sekarang tidak muncul lagi. Di antara kelompok elite sebelum perang, hanya politisi partai, birokrat, dan wakil-wakil dunia usaha yang masih tetap memegang posisi. Beban kekalahan perang, pembersihan yang didorong oleh Amerika atas unsur-unsur militer dan ultra-nasionalis dari jabatan-jabatan pemerintahan, dan diberlakukannya Konstitusi baru secara serempak telah menyingkirkan pemimpin-pemimpin tradisional dari jabatannya; akibat kekosongan kepemimpinan itu muncullah muka-muka baru di kalangan puncak partai-partai konservatif, yang sebagian besar masih tetap berada di tempatnya sampai sekarang.
Di antara beberapa tingkat dan jenis pemilihan yang ada di Jepang dewasa ini adalah pemilihan umum yang memilih anggota-anggota Majelis Rendah dari Diet Nasional. Selain pemilihan umum ini, di tingkat nasional terdapat beberapa jenis pemilihan lain: (1) pemilihan untuk keanggotaan Majelis Tinggi dari Diet Nasional, (2) referendum-referendum reguler untuk menentukan pejabat Mahkamah Agung, dan (3) referendum atau pemilihan khusus mengenai usul perubahan konstitusi, tetapi perubahan konstitusi belum pernah terjadi di Jepang di zaman sesudah perang itu. Di tingkat daerah, gubernur dan dewan provinsi, walikota, dewan kota, dan dewan desa dipilih melalui pemilihan tingkat daerah, dan di tingkat ini juga diciptakan jenis pemilihan atau referendum khusus untuk menangani masalah khusus.
Partai politik bukanlah barang baru di Jepang. Dalam bentuk-bentuk yang berbeda partai-partai itu telah ada sejak 1874. Asal-usul partai konservatif saat ini, Partai Demokrat Liberal (Jiyuminshuto), dapat ditelusuri kembali sampai pada awal 1880-an, dan Partai Sosialis Jepang (Nihon Shakaito) paling tidak sampai pada 1925. Dan Partai Komunis Jepang (Nihon Kyosanto) telah berdiri sejak 1922. Hanya status dan kekuatan partai-partai itulah yang berubah pada periode sesudah Perang Dunia II ini. Kalau sebelum Perang Dunia II keanggotaan dalam Majelis Rendah yang mereka perebutkan hanya memiliki kekuasaan politik yang sangat terbatas maka sejak 1947 keanggotaan dalam dewan itu sangat menentukan karena dewan itu merupakan sumber wewenang legislatif dan eksekutif dalam sistem pemerintahan yang baru. Dengan demikian berarti status dan peranan partai, yang merupakan isi dari dewan itu, mengalami kenaikan luar biasa. Juga sekaligus menunjukkan bahwa naik-turunnya status dan peranan partai ditentukan oleh naik-turunnya status dan peranan Majelis Rendah dalam Diet Nasional.
Bila kita melihat situasi kepartaian umumnya di Jepang, nampak beberapa cirinya yang utama. Pertama, tidak satu pun di antara partai-partai itu kecuali mungkin Komeito yang betul-betul merupakan organisasi massa. Kedua, partai-partai utama Demokrat Liberal dan Sosialis -merupakan partai yang tidak stabil dan secara internal tidak bersatu. Akhirnya, harus diperhatikan bahwa walaupun situasi kepartaian sejak 1955 memunculkan dua partai politik utama dan saling bersaing, Jepang tidak memiliki sistem dua-partai seperti yang dikenal di sistem Anglo-Sakson. Karena itu, sistem kepartaian Jepang ini lebih tepat disebut sebagai “sistem satu-setengah partai’, suatu situasi di mana Demokrat Liberal cenderung untuk tetap berkuasa memerintah Jepang, sedang Sosialis cenderung untuk tetap berperan sebagai opposan.
Struktur kelompok kepentingan di Jepang pada tahun 1960-an sudah mendekati jenis “modern”. Di antara kelompok-kelompok kepentingan pertanian yang terorganisasi secara nasional yang paling penting barangkali adalah Serikat Petani Jepang (Nichino), Federasi Perkumpulan Koperasi Pembelian Pertanian Nasional (Zenkoren), Federasi Koperasi Pemasaran Pertanian Nasional (Zenhanren), Federasi Koperasi Asuransi Pertanian (Kyosairen), dan Perkumpulan Kehutanan Jepang (Nichirinkyo). Jenis kelompok kepentingan lain yang bisa ditambahkan dalam daftar ini adalah perkumpulan daerah dan desa walaupun tidak khusus berciri pertanian: Perkumpulan Kota dan Desa (Zenkoku hosonkai) atau perkumpulan Nasional Ketua-Ketua Dewan Kota dan Dewa (Zenkoku Chosongikai Gichokai).
Tetapi, yang betul-betul berpengaruh besar adalah wakil-wakil organisasi usahawan dan organisasi buruh. Yang paling aktif secara politik di antara kelompok-kelompok usahawan adalah Federasi Organisasi Majikan Jepang (Nikkeiren) dan Liga politik Perusahaan Menengah dan Kecil Jepang (Chuseiren). Organisasi usahawan yang lain, seperti Federasi Organisasi-organisasi Ekonomi (Keidanren) dan Perkumpulan Manajemen Jepang (Doyukai), juga bergerak memperjuangkan kepentingan dunia usaha.
Ciri-ciri dan sifat-sifat kepemimpinan politik Jepang sesudah perang sangat sulit untuk dinilai. Tradisi maupun praktek kehidupan Jepang sedikit sekali menekankan pada “pemimpin-pemimpin” secara individual dan “kepemimpinan” dibanding dengan kultur Barat. Kecenderungan ini diperkuat oleh sifat multi-faksi dari kepemimpinan partai politiknya, dan besarnya peranan komite dan teknik-teknik, konsensus lainnya dalam pembuatan keputusan.
Suatu penelitian tentang penunjukan dari pembentukan kabinet-kabinet konservatif akhir-akhir ini akan menunjukkan pengaruh perang, kekalahan perang, dan pendudukan Amerika terhadap sifat kepemimpinan politik Jepang sesudah Perang Dunia II. Tokoh-tokoh militer dan wakil-wakil dari lingkungan istana dan aristokrat yang begitu kuat berpengaruh dalam kabinet sebelum perang sekarang tidak muncul lagi. Di antara kelompok elite sebelum perang, hanya politisi partai, birokrat, dan wakil-wakil dunia usaha yang masih tetap memegang posisi. Beban kekalahan perang, pembersihan yang didorong oleh Amerika atas unsur-unsur militer dan ultra-nasionalis dari jabatan-jabatan pemerintahan, dan diberlakukannya Konstitusi baru secara serempak telah menyingkirkan pemimpin-pemimpin tradisional dari jabatannya; akibat kekosongan kepemimpinan itu muncullah muka-muka baru di kalangan puncak partai-partai konservatif, yang sebagian besar masih tetap berada di tempatnya sampai sekarang.

3.       SISTEM ADMINISTRASI  NEGARA AMERIKA SERIKAT

1.      Sistem Administrasi  Negara  Amerika Serikat

Menurut J Parson (Republikan) memilki konsep yang berlainan mengenai peran pemerintah serta bentuk dan isi dari Administrasi Negara. J Parson berpendapat bahwa pemerintah seharusnya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang minimun saja, pemerintah yang baik bukanlah pemerintah yang mengkonsolidasikan dan memusatkan kekuasan, tetapi pemerintah yang mendistribusikan kekuasaan. Pernyataan J. Parson tersebut tersebut kemudian menjadi ungkapan yang sangat terkenal, yaitu ; “Power always tend to corrupt the man in whome it is vested ”. Atas dasar ungkapan tersebut, menjadi tugas pemerintah adalah : Membatasi kekuasaan seminimal mungkin; Juga mengendalikan yang ketat dari bidang legislatif terhadap kekuasan dan pengambilan keputusan resmi. Parson lebih menyukai kebebasan dan lebih menyukai berkuasanya bidang legislatif serta menentang kekuasaan dan kebebasan pengambilan keputusan oleh eksekutif; walaupun di dalam keadaan krisis mereka menggunakan langkah-langkah yang dipakai kaum federalis. Pada periode demokrasi ini, bentuk administrasi tidak secara prinsipiil berubah; tetapi sifat dan jiwanya telah dimodifikasi secara mendalam.
Pengaruh demokrasi yang nyata sampai saat ini masih dapat kita ingat yaitu adanya Doktrin Rotasi (the Rule of Rotation); sebab dalam hal ini mereka berpendapat bahwa : tidak ada seorang pun yang mempunyai hak milik atas jabatan. Berdasar doktrin rotasi tersebut, dikemukakan juga bahwa memegang suatu jabatan dalam waktu yang lama itu berbahaya. Dinyatakan pula oleh para penganut paham demokrasi; bahwa tugas-tugas di dalam dinas publik atau jawatan umum itu sangat jelas dan sangat sederhana. Oleh karenanya rotasi/pergantian jabatan merupakan cara yang tepat untuk mendidik Warga Negara dalam suatu Republik. Pendirian ini merupakan unsur baru yang dimasukkan/diintrodusir kedalam Sistem Administrasi Amerika, walaupun dalam masyarakat yang kompleks pendiriannya masih perlu pembatasan-pembatasan, namun sifat Demokrasi Amerika merupakan ciri yang menonjol. (Catatan : Harapan kaum Republikan tersebut makin merosot karena Doktrin Rotasi tersebut merosot menjadi Partisanship, Political spoil, korupsi, serta standar-standar etis masa lalu merosot.Kualitas administrasi terancam sehingga sebagai akibatnya maka standar-standar dinas publik menurun, yang lebih dipercepat oleh adanya perang saudara di Amerika/civil war.)
Sebagai akibat dari keadaan dinas publik yang makin merosot tersebut, timbul tuntutan adanya pemurnian moral dari kehidupan publik; sebab apabila tidak, hal ini akan mengancam eksistensi Negara Amerika. Dalam hubungan itu, yang pertama-tama dituntut adalah :
1.        Hapusnya sistem patronage; yang diganti dengan ujian-ujian yang kompetitif.
2.        Hapusnya hak permanen atas suatu jabatan tertentu.
3.        Adanya pelaksanaan pemerintahan yang bebas dari ganguan politik.

Setelah gerakan moral effort; kemudian timbul yang dikenal dengan gerakan scientific management ( dipelopori FW taylor, tahun 1880). Jika kita bandingkan dengan gerakan moral effort, maka secara prinsipiil gerakan Scientific Managementdalam kaitannya dengan Sistem Administrasi Negara Amerika menghendaki :
1.        Menuntut  adanya pertanggungjawaban pemerintahan,
2.        Menegakkan eksekutif sebagai badan management pusat,
3.        Membentuk dinas-dinas anggaran/budget,
4.        Merubah komisi dinas sipil menjadi dinas kepegawaian yang mempunyai tugas yang positif,
5.        Menggunakan planning sebagai langkah operasional yang lebih mantap

Berdasar atasperkembangan dari Sistem Administrasi Negara Amerika tersebut, LD White memberikan suatu kesimpulan bahwa dasar-dasar Sistem Administrasi Negara Amerika adalah :
a.       Berdasar hukum dan pejabat-pejabat publik bertanggung jawab sesuai dengan Rule of Law pada Pengadilan Biasa.
b.      Prinsip administrasi ditetapkan oleh badan-badan perwakilan dan badan-badan legislatif yang dipilih oleh rakyat
c.       Berjiwa demokrasi.
d.      Kegiatan-kegiatan prinsip administrasi dilakukan berdasar pada persetujuan rakyat.
e.       Administrasi Negara  bersifat Profesional.
f.       Struktur kepegawaian dan sudut pandang prinsip administrasi adalah sipil.
g.      Sistem administrasi negara bersifat federal.
h.      Berakar dalam, pada masyarakat setempat, dan bekerja dalam skala besar.
Melalui proses yang cukup panjang maka tahun 1787, Sidang Majelis Konstituante sampai pada satu titik yaitu menerima dasar demokrasi Amerika, yang tetap tegak sampai sekarang yakni Konstitusi (UUD) Amerika Serikat. Sistem pemerintahan Amerika Serikat berdasarkan yang konstitusi ini bermaksud menegakkan demokrasi dan kebebasan warga negara.
Ciri-ciri penting pemerintahan Amerika Serikat antara lain:
1.      Amerika Serikat adalah suatu negara Republik Federasi yang demokratis;
2.      sebagai negara Federasi maka terdapat pembagian kekuasaan konstitusional antara Pemerintah Federal (Serikat) dan Pemerintah Negara-negara Bagian atau State;
3.      pemerintahan oleh rakyat (Government by the people) mengakui bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang terlihat dalam proses pemilihan umum;
4.      terdapat pemisahan kekuasaan yang tegas antara Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif baik mengenai organ pelaksana maupun fungsi kekuasaan-kekuasaan badan-badan tersebut yang saling membatasi satu sama lain dengan asas checks and balances;
5.      negara-negara Bagian mempunyai hak yang sama;
6.      keadilan ditegakkan melalui Badan Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (Supreme Court) yang bebas dari pengaruh kedua badan lainnya (Legislatif dan Eksekutif) dan menjamin hak-hak kebebasan dan kemerdekaan individu serta menjamin tegaknya hukum (rule of law);
7.      suprastruktur politik ditopang oleh infrastruktur politik yang menganut sistem bipartisan.

Sistem pemerintahan Amerika Serikat didasarkan atas konstitusi ( UUD ) tahun 1787. Namun, konstitusi tersebut telah mengalami beberapa kali amandemen.Amerika Serikat memiliki tradisi demokrasi yang kuat dan berakar dalam kehidupan masyarakat sehingga dianggap sebagai benteng demokrasi dan kebebasan.
Sistem pemerintahan Amerika Serikat yang telah berjalan sampai sekarang diusahakan tetap menjadi sistem pemerintahan demokratis.Sistem yang dianut adalah demokrasi dengan sistem presidensial. Sistem presidensial inilah yang selanjutnya dijadikan contoh bagi sistem pemerintahan Negara-negara lain, meskipun telah mengalami pembaharuan dengan latar belakang negara yang bersangkutan.
Pokok -pokok sistem pemerintahan Amerika Serikat adalah :
1.      Amerika serikat adalah negara republik berbentuk Federasi (federal) terdiri dari 50 negara bagian. Pusat pemerintahan (federal) berada di Washington D.C. dan pemerintah negara bagian ( state ).
2.      Adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara legislatif, eksekutif dan yudikatif yang didasarkan pada sistem check and balances.
3.      Kekuasaan eksekutif adalah presiden sebgai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
4.      Kekuasan legislatif ditangan parlemen yang bernama Kongres. Kongres terdiri dari dua kamar yaitu senat dan badan perwakilan (The House of Representatives).  Anggota senat dipilih melalui pemilu yang merupakan wakil dari negara-negara  bagian, setiap negara bagian 2 orang wakil. Jadi anggota senat itu 100 senator, masa jabatan 6 tahun. Sedangkan badan perwakilan merupakan wakil dari rakyat amerika serikat yang dipilih langsung untuk jabatan 2 tahun.
5.      Kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
6.      Menganut sitem 2 partai yaitu Demokrat dan republik.
7.      Pemilihan umum menganut sistem distrik.











BAB II
PEMBAHASAN


A.PERBANDINGAN SISTEM ADMINISTRASI NEGARA

Menurut Kenichi Ohmae (2000) bahwa dalam percaturan dunia yang  semakin mengglobal saat ini, maka terdapat empat faktor pokok yang tidak  dapat dikontrol dan dibatasi oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara,  yaitu arus investasi, arus industri, arus informasi teknologi dan arus individual  konsumer. Reformasi administrasi negara masih menjadi issu sekunder dari  keseluruhan upaya dan proses reformasi di negara Indonesia. Meskipun demikiankita harus yakin bahwa reformasi adminstrasi negara sudah dimulai dan masih  berlangsung sampai saat ini. Reformasi administrasi negara jelas ingin menyempurnakan peran administrasi dalam membangun daya saing bangsa (Kasim, 1998). Mungkin kita perlu menghayati pandangan mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew (Kompas, 1988), reformasi administrasi Negara  patut menjadi renungan dan perhatian secara terus menerus. Keberhasilan suatu bangsa yang sedang melakukan perubahan fundamental sangat ditentukan oleh peran administrasi negara, sehingga apabila administrasi negara telah sehat,   maka perubahan apapun yang dihadapi oleh setiap bangsa akan dapat dikelola  dengan baik. Sebaliknya bila administrasi negara tidak kuat, maka bangsa  tersebut akan terus mengalami kesulitan dalam melakukan transformasi ke arah keadaan yang lebih baik.
Administrasi negara sebagai sistem yang dipraktekkan dalam penyelenggaraan negara tidak dapat terhindar dari pengaruh perubahan dalamberbagai bidang kehidupan dan penghidupan bangsa, termasuk dalam bidang  ekonomi baik dalam skala lokal, regional maupun internasional. Perubahan itu menghendaki penyesuaian dan perubahan sistem administrasi negara,  diantaranya melalui reformasi yang menyentuh unsur dan komponennya secarasistematis dan terencana. Agar perubahan lingkungan administrasi negara yang  sangat cepat dapat diimbangi dengan informasi adminstrasi negara secara serasi  dan harmonis, diperlukan langkah-langkah akselerasi yang tepat, termasuk  menurut Boast dan Martin (1997: 14), bahwa kompetensi pemimpin birokrasi yang mampu membaca perubahan itu, karena ‘yang membuat perubahan itu  adalah individu’ (kualitas dari dan dalam individu). Hal ini berdasarkan hasil dari karakteristik-karakteristik yang ditemukan utama yang selalu muncul sebagai kualitas dari perubahan yang berhasil dan pemimpin krisis.
Ada dua alternatif pendekatan dalam upaya melakukan akselerasi reformasi administrasi negara (Lee, 1997: 2-3). Pertamaadalah pendekatan dari  atas ke bawah (top-down) yang ditandai dengan kegiatan reorganisasi, restrukturisasi, pelangsingan (downsizing), manajemen program efisiensi, serta  program reengineering. Kedua yakni bottom-up, pada pendekatan ini percepatan reformasi administrasi negara diharapkan tumbuh dengan cepat melalui sebuah kesadaran baru akan perubahan secara konstruktif karena pelibatan lebih banyak terhadap unsur-unsur administrasi negara. Dalam akselerasi reformasi adminstrasi negara dibutuhkan strategi fokus antar lain:
(1)   Menumbuhkan profesionalisme birokrasi dengan mengurangi hegemoni birokrasi dalam beberapa kegiatan yang tidak menjadi substansi aktivitas birokrasi, seperti politing birokrasi (Kim, 1991: 251, Effendi, 1996: 16);
(2)   Melakukan orientasi fungsi birokrasi dalam bidang ekonomi dengan lebih memberikan ruang dan peluang untuk mengembangkan potensi dengan  mengurangi intervensi birokrasi; dan
(3)   Dapat membangun budaya kerja birokrasi yang tidak diskriminatif dan adil.

Untuk dapat mencapai suasana seperti itu, maka akselerasi reformasi administrasi negara akan lebih mengarah pada perubahan peran negara dari negara pejabat menjadi negara pelayan (Efendi, 1996: 17).
Berbagai kritik mengenai belum efektifnya fungsi administrasi Negara telah banyak muncul dari masyarakat. Beberapa faktor yang menjadi penyebab  itu antara lain: (1) tingginya derajat sentralisasi; (2) sistem penganggaran yang sulit terintergrasi; (3) sistem perencanaan yang belum efektif; dan (4) sistem evaluasi kinerja pemerintah yang belum dapat memberikan umpan-balik yang memadai.
Berkaitanan dengan agenda dan strategi fokus dalam percepatan reformasi administrasi negara tersebut, beberapa faktor yang telah diidentifikasi dan dinilai sebagai key-leverage, yaitu:
a.       Penataan ulang kelembagaan penyelenggaraan negara secara lebih sehat dan efektif;
b.      Manajemen penyelenggaraan negara yang efisien dan efektif; dan
c.       Kompetensi kepemimpinan birokrasi atau kualitas SDM aparatur (Sanapiah,  2004: 6).

Sasaran reformasi administrasi negara secara konseptual meliputi tiga  komponen pokok, yaitu :
(1)   Reformasi untuk penyempurnaan kelembagaan pemerintahan Negara  sebagai leverage point yang mewadahi nilai dan perilaku birokrasi pemerintah atau kultur dan struktur organisasi birokrasi (Thoha, 2004; Sarundajang, 2003);
(2)   Reformasi untuk penyempurnaan manajemen pemerintahan negara,  termasuk sistem pelayanan yang terkesan masih berbelit-belit, pemberian pelayanan yang lamban, dan sering dengan biaya yang tidak jelas dan mahal sehingga menyebabkan inefisiensi dan potensi yang ada dalam masyarakat tidak dapat berkembang. Oleh karena itu, orientasi administrasi negara adalah creativity government that works better and cost less (Al Gore, 1993), memiliki semangat wirausaha (Orsborne & Gaebler, 1992: 25); dan menghasilkan high quality public goods and service  (Drucker, 1995); dan
(3)   Reformasi untuk peningkatan kompetensi SDM birokrasi pemerintahan  dengan menata kembali peran dan fungsi yang seyogyanya diemban secara  baik olehnya. Oleh karena itu, key-leverage yang paling mungkin efektifadalah terbangunnya secar sistematis potensi insan aparatur, termasuk didalamnya kompetensi kepemimpinan birokrasi pemerintah (Saparinah, 2004: 16).
Sedangkan beberapa saran perubahan yang dapat dilakukan dalam rangka  reformasi administrasi negara (Gouillart & Kelly, 1995; Senge, 1996) sebagai berikut:
1.      Dukungan kepemimpinan yang mempunyai kompetensi tinggi, yang memiliki   atribut seperti integritas, trust, komitmen,toughness, mampu membina  kerjasama, mampu menghidupkan semangat bawahan;
2.      Perlu pembenahan secara lebih serius dalam proses pembuatan kebijakan publik yang berorientasi pada outcomes, terutama yang berkaitan dengan  kebijakan investasi dan keuangan dalam rangka memperkuat komponeninput dari proses perekonomian sehingga mampu memuaskan pelayanan dan dengan biaya yang lebih ringan atau reliable dan predictable (Kasim, s1998);
3.      Revitalisasi peranan administrasi negara, dalam rangka memainkan perananpenting dalam upaya menciptakan daya saing nasional yang tinggi (Gore, 1994);
4.      Penataan ulang organisasi birokrasi yang memungkinkan birokrasi lebih fleksibel dan tidak hirarhikal, dengan salah satunya penyederhanaan  struktur organisasi, yaitu pengurangan jumlah satuan organisasi pemerintah yang dikembangkan ke arah organisasi pembelajar yang mampu
5.      menciptakan pengetahuan dan jumlah pegawai instansi pemerintah ditingkat pusat dan memperkuat organisasi di tingkat operasional (Nonaka &Takeuchi, 1995: 56-73).
6.      Mendorong terbangunnya manajemen pemerintahan yang tidak serba pemerintah (birokrasi bukan dijadikan semacam lembanga politik).
7.      Pemerintah lebih baik tidak langsung perannya, seperti mengatur kehidupan masyarkat agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat dan pemerintah perlu berkomitmen untuk memberdayakan masyarakat (empowering clients) dalam berbagai kehidupan, sehingga ketergantungan pemerintah menjadi berkurang. Oleh karena itu, perlu diadakan standar pelayanan oleh setiap instansi pemerintah sebagai tolak ukur penilaian kinerjanya (Orsborne & Gaebler, 1992; Linden, 1994; Putra, 2004: 119-120);
8.      Perencanaan penyelenggaran negara dan pembangunan nasional; dan
9.      Pembaharuan kepegawaian negeri harus mencakup upaya peningkatan motivasi yang dikaitkan dengan kinerja dan sistem kompensasi melalui pemberdayaan pegawai agar mampu menghasilkan kinerja yang tinggi dan individual learning yang dapat mendukung pengembangan karir masingmasing  pegawai dan kebutuhan organisasi (Balk, 1996).
























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pada esensinyas sistem merupakan akomodir dari beberapa komponen yang menjadikan sebuah konsep jadi lebih berarti dan lebih unik untuk dipelajari seperti halnya pemerintahan yang menjadi sebuah kerangka ilmu pengetahuan kenegaraan yagn didalamnya mencakup ilmu administrasi Negara dimana dalam ilmu tersebut terdapat sebuah sistem yang patut dipelajari agar ilmu  tersebut dapat dipahami dan dapat diimplementasikan di dalam kehidupan.

B.     Kritik dan Saran

Saya sadar dalam pembuatan makalah ini tidaklah sempurna dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena saya hanyalah seorang manusia yang dalam tahap pembelajaran oleh karena itu saya harap pembaca dapat memberikan kritik bagi saya atas karya tulis ini, karena dengan kritikan kita dapat ketegaran dalam belajar dan dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
.












DAFTAR PUSTAKA


AW. Widjaja, Etika Administrasi Negara. Cetakan ke tiga. Bumi Aksara . Jakarta, 2004.V
Joko widodo. Good Governance, Telaah dari dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Insan Cendekia. Surabaya, 2001.
Wahyu Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta. 2005
Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi , edisi revisi. Bumi Aksara. Jakarta. 2004
Rahardjo, Mudjia (ed.), Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, Malang: UIN Malang Press. 2006.
Suprayogo, Imam, Administrasi Negara Lintas Negara, Yogyakarta: Hikayat Publishing. 2007.
Tilaar, H.A.R., Sistem Administrasi Negara Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.
Balk, Walter, Managerial Reform and Professional Empowerment in the Public Service, Qurum Books, Westport; 1996.
Caiden, Gerald & Bun Woong Kim, A Dragon’s Progress: Development Administration in Japan, Connecticut, Kumarian Press, West Hartford: 1991.
Capowsky, Genevieve, Annatomy of A Leader: Where are the Leader of Tomorrow? In Management Review, Maret 1994.
Caville, Carlos, The Cultural Roots of Strategy, A Paper Oresented at 17th Annual International Comperence of the Strategic Management Society, Barcelona Pain, 5-8 October 1997.
Covey, Stepehen R., The Seven Habits of Highly Effective People, Simon & Schuster Inc., 1993.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Gadis Buta

Nick Vujicic : Motivator Tanpa Tangan dan Kaki

" KISAH UANG 150 JUTA "